Notes

Moon terdiam, di hadapannya sudah ada belasan proposal kegiatan keluarga kerajaan selama satu bulan ke depan. Meja kerjanya hanya sepanjang satu setengah meter dengan lebar delapan puluh senti, tapi rasanya semua tumpukan laporan pengeluaran dan pemasukan ini datang silih berganti membuatnya tak punya sudut kosong untuk sekedar menulis.

“Nona Moon, apa kau sudah memeriksa proposal kunjungan ratu ke London akhir bulan ini?”

Seniornya bertanya, namanya Letnan Weiss. Sudah hampir dua puluh tahun si pria dengan rambut putih ini mengurusi keuangan di dalam istana—sedangkan Moon? Baru seminggu dia duduk di dalam ruangan ini, bertemu sang sekertaris, lalu seperti sihir, semua tumpukan pekerjaan miliknya muncul begitu saja.

“Sudah, sir. Saya sudah memperbaiki beberapa hal, termasuk pengeluaran yang rasanya tidak perlu.”

Rangkaian bunga pada arakan mobil, jamuan dalam pesawat, pakaian baru, hingga biaya juru kamera. Semuanya sudah dia tangani dengan sempurna, “lalu untuk pesta kebun sang putri?”

Letnan Weiss meliriknya dari ujung mata, pria itu tengah memeriksa laporan pengeluaran atas perbaikan satu kamar tamu dari ratusan yang ada di gedung barat. “Saya sudah mendapatkan daftar jamuan serta jenis teh yang akan dipakai, besok saya akan memeriksa pekerjaan tukang kebun untuk dekorasi pesta—saya kuatir ada pengeluaran tambahan.”

Ada jeda sejenak saat Letnan Weiss memberikan sebuah tanda tangan pada laporannya. “Apa ada permintaan spesial dari putri Mako?”

“Ah—“

Ini mengingatkannya akan percakapan tadi pagi dengan wanita itu. Tiba-tiba saja putri Mako berceletuk bahwa pesta kebun dengan pohon Sakura seperti di negara asalnya akan terasa menakjubkan. Tapi, mengingat pohon tersebut tak tumbuh di kebun istana, ini menjadi masalah rumit.

Meski mereka punya uang yang mampu membeli gunung, tetap saja, memindahkan pohon Sakura bukanlah hal mudah. Lagipula biayanya akan sangat mahal.

“Itu—“

“Kalau dia meminta pohon Sakura, sebaiknya diskusikan ini dengan tim dekorasi.”

Moon mengangguk, entah mengapa jawabannya yang disela seperti ini memberikan kenangan tentang situasi ketika ia dinasehati oleh ayahnya.

Sungguh, penuh tekanan. Kenapa dulu ia setuju untuk bekerja sebagai salah satu pengurus keuangan keluarga kerajaan? Daripada menjadi pegawai administrasi, ini lebih terasa seperti ibu rumah tangga.

Dia harus mengurusi kebutuhan minor mereka. Entah itu koleksi pakaian, pemanas baru di musim dingin, dekorasi ruangan seperti gorden dan perabotan, rincian kegiatan mereka, hingga ia juga perlu menghitung gaji seluruh pegawai di tempat ini.

Luar biasa.

Padahal divisi keuangan dan administrasi kerajaan hanya diisi sekitar lima hingga sepuluh orang pegawai—dan hei? Dia baru bertemu dua. Satu, dirinya. Dua, kepala divisinya, Letnan Weiss. Lalu dimana yang lain? Apa mereka sibuk menemani anggota kerajaan?

"Nona Moon?"

"Ya!?" Hampir saja ia tersentak dari kursi kerja, Moon membelalakan mata, semua lamunannya buyar saat Letnan Weiss kembali mengeluarkan suara beratnya. "Jelaskan padaku kenapa pangeran Erol membeli dua jam tangan baru tiga hari lalu? Ini di luar kebutuhan penting."

Moon menelan air ludahnya yang tertahan dengan susah payah. Gila, apakah dia harus menjelaskan alasan seorang pria muda membeli jam tangan? Kalau dia memiliki banyak uang tentu Moon akan melakukan hal yang sama. Demi kepuasaan batin, tapi Letnan Weiss tidak menerima alasan seperti itu.

Menahan napasnya, Moon dapat menebak bahwa hari ini akan terasa sangat panjang.