Notes

Cara Pertanian Jepang Beradaptasi dengan Pandemi COVID-19_
SariAgri - Di masa pandemi COVID-19 banyak petani Jepang yang mulai beralih ke teknologi pemasaran berbasis digital. hasil pertanian Salah satunya dengan memanfaatkan aplikasi Pocket Marche, layanan online yang mempertemukan petani, nelayan dengan konsumen.
“Sebagian besar petani kehilangan penjualan mereka ke restoran karena pandemi dan berbondong-bondong ke aplikasi kami untuk menjual produk mereka," ujar CEO Pocket Marche Inc. Hiroyuki Takahashi dikutip The Mainichi.
Ketika pandemi mencapai puncaknya, jumlah pengguna aplikasi yang diluncurkan sejak 2016 itu sekitar 5.100 petani dan 300.000 nelayan.
Selain pandemi, permasalahan terkait petani di Jepang adalah regenerasi. Menurut survei Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang, pada tahun 2000 jumlah orang yang bertani sebagai pekerjaan utama di Jepang 2,4 juta. Angka itu turun menjadi 1,36 juta pada tahun 2020. Dari total orang yang menjadi petani di Jepang, hampir 70 persen telah berusia 65 tahun atau lebih.
Baca Juga: Konsistensi NTP dan NTUP Bukti Sektor Pertanian Tumbuh di Masa Pandemi Pemupukan Berimbang Mulai Jadi Pilihan Petani Milenial
Berkurangnya jumlah petani muda secara konsisten menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan di negara manapun. Karena itu pemerintah Jepang gencar mempromisikan smart farming dengan penggunaan teknologi pertanian.
Perusahaan IT di Jepang, Routrek Networks Inc, menawarkan sistem pertanian digital sejak tahun 2013 seperti otomatisasi irigasi dan mengoptimalkan pemupukan dengan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
“Sistem kami memungkinkan petani meluangkan waktu untuk pemasaran dan kegiatan lainnya sambil menghemat penggunaan air dan pupuk hingga 50 persen dibandingkan dengan pertanian konvensional," ujar Presiden Perusahaan IT Routrek, Shinichi Sasaki.
Sasaki optimistis sistem irigasi tetes otomatis juga cocok diaplikasikan di negara-negara Asia Tenggara, di mana lahan pertanian seringkali berada di pegunungan dan lahan tadah hujan yang sulit air.
Untuk mendukung smart farming, Jepang telah mengembangkan drone pertama di dunia dengan teknologi AI untuk mendeteksi serangga berbahaya yang menjadi ancaman dalam budidaya padi dan sayuran dan secara tepat membasminya.
Teknologi drone ini dikembangkan perusahaan IT, Optim Corp yang mengklaim alat ciptakaan mereka dapat mengurangi jumlah pestisida hingga lebih dari 90 persen pada pertanaman kedelai. Optim telah berkolaborasi dengan sekitar 1.700 kelompok tani di Jepang dan mulai mengekspor teknologinya untuk mempromosikan pertanian cerdas, salah satunya ke Vietnam.
Namun Yasufumi Miwa, pakar pertanian Japan Research Institute mengungkapkan smart farming dengan teknologi otomatisasi baru menyumbang sebagian kecil dari hasil pertanian secara keseluruhan.
Menurut dia, untuk mewujudkan transisi dari pertanian konvensional ke pertanian pintar berteknologi tinggi perlu kerja sama yang melibatkan bantuan pemerintah pusat dan daerah serta semua pihak.
"Saya percaya pertanian pintar akan menjadi bentuk pertanian normal dalam satu dekade," katanya.
Video terkait:

My Website: https://pertanian.sariagri.id/85713/terus-tumbuh-ini-hasil-pertanian-yang-jadi-komoditas-ekspor-unggulan-indonesia