Notes

Globalisasi atau berkembangnya bidang teknologi, terutama media sosial, bukan hanya membawa dampak positif terhadap aspek-aspek seperti ekonomi, kesehatan, maupun pendidikan. Namun, perkembangan media sosial telah menjadi salah satu hal penting dalam berlangsungnya pesta demokrasi atau pemilihan umum (Pemilu). Menurut Hasan (2015), media sosial menempati posisi strategis sebagai salah satu media kampanye, terlebih apabila dikombinasikan dengan media kampanye konvensional lain seperti acara televisi, radio, baliho, dan lain-lain. Hal tersebut dapat menguntungkan suatu partai politik dalam mencapai tingkat popularitas dan akseptabilitas di masyarakat, sebab media sosial memiliki impact yang cukup besar dalam berperan sebagai alat kampanye dan komunikasi politik, seperti untuk membangun suatu opini publik dan menjadi media interaksi antara masyarakat dan partai politik ataupun politisi. Selain itu, media sosial turut memberikan kontribusi yang besar dalam integrasi sosial, hal ini dikarenakan media sosial berhasil menjadi suatu jembatan komunikasi dan sebagai ruang terbuka untuk terlaksananya percakapan, debat, maupun pertukaran ide dari publik yang mampu meningkatkan nilai demokrasi.

Penggunaan media sosial baru (new media) dimulai pada tahun 1995 dan meningkat drastis pada tahun 2006 ketika internet dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat umum (Vergeer, 2012, as cited in Hasan, 2015). Pada tahun 2012, tercatat bahwa pengguna platform Facebook telah mencapai 50.489.350 dan pengguna platform Twitter telah mecapai 19.500.000, sehingga hal ini dijadikan kesempatan bagi para politisi untuk menarik masyarakat berpartisipasi dalam politik. Pemanfaatan media sosial sebagai alat kampanye dan komunikasi politik ini telah aktif dilakukan di negara-negara seperti Amerika Serikat (Barack Obama menggunakan platform Twitter), Kanada (partai politik meliput secara live di platform Twitter), bahkan Indonesia. Pada tahun 2012, tepatnya pada putaran ke-2, pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yaitu Jokowi-Ahok telah memanfaatkan media sosial dengan sangat baik. Melalui media massa, beberapa pengamat politik dan ahli komunikasi berpendapat bahwa cara kampanye yang dilakukan oleh pasangan Jokowi-Ahok dengan memanfaatkan media baru (new media) dianggap lebih efektik untuk menarik rational voter (Hasan, 2015). Selain karena aktif berkomunikasi di media sosial, tim kampanye Jokowi-Ahok juga memanfaatkan teknologi Skype untuk berdialog dengan publik. Keberhasilan pemanfaatan media massa ini dibuktikan dari banyaknya anak muda dengan rentang usia 18-35 tahun yang memilih Jokowi-Ahok karena melihat kemampuan keduanya menjangkau generasi muda, bukan hanya dari kemampuan kepemimpinan.


Hal ini juga dibuktikan dalam riset tentang pengaruh media sosial terhadap perilaku pemilih pemula dalam menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020 di Kabupatan Barru yang memberikan pengaruh sebesar 60%. Riset tersebut memperoleh 96 responden dan dapat dibuktikan bahwa: (1) 55.1% responden memanfaatkan media sosial (Facebook, WhatsApp, dan Instagram) untuk berkampanye; (2) 30.2% responden menyetujui bahwa informasi kampanye ataupun Pilkada sangat mudah diakses melalui media sosial; (3) 53.1% responden menganggap media sosial dapat dijadikan tempat berdiskusi dan berkomunikasi mengenai Pilkada; dan (4) 68.8% responden dapat mengenal calon kandidat dalam Pilkada melalui media sosial.


Pada bulan Oktober 2012, Indonesia telah memiliki 55.000.000 orang atau sekitar 22% dari total populasi yang menjadi pengguna internet. Selain itu, media baru telah memperoleh perhatian yang sangat besar karena memiliki beberapakelebihan, seperti: (1) penyebaran informasi yang relatif cepat; (2) pesan-pesan politik dapat disampaikan dan dikemas dengan baik melalui audio visual; dan (3) lebih efisien dan efektif karena dapat diakses dari mana saja dan kapan saja. Bagi para politisi atau partai politik sendiri, penggunaan media massa atau media sosial juga dianggap lebih efektif karena politisi tidak perlu mengunjungi tempat-tempat tertentu dalam menyampaikan pesan-pesan politik dan program-program kerjanya. Masyarakat juga tidak perlu menyaksikan tayangan-tayangan Pemilu di televisi ataupun mendengarkan radio untuk memperoleh informasi mengenai calon-calon politisi yang akan maju. Maka dari itu, sangat mungkin jika nantinya new media akan menjadi salah satu media utama bagi para politisi melakukan kampanye politik demi memperoleh suara masyarakat sebanyak mungkin dan mencapai kemenangan politik.