NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

-- COMEBACK TO ME --

(Romance - By @Dwcyz & @Unsxcure)

[[ Paris - Restoran kecil di pinggir kota ]]

Keadaan restoran kecil di pinggir jalan St.Martin itu tidaklah begitu ramai. Terlihat ada beberapa pengunjung yang sedang menikmati pesanannya. Sepasang suami istri separuh baya duduk bersebelahan sambil menikmati Cappucino dan beberapa kue. Bersebelahan dari meja pasangan tersebut, seorang wanita -diperkirakan 40 tahun- sedang duduk berkonsentrasi memandang laptopnya, tanpa mengacuhkan kenyataan bahwa kopi dihadapannya mulai dingin. Disudut ruangan, terdapat seorang kakek sedang asyik menikmati makanannya dan tersenyum sendiri disela - sela kegiatan mengunyah. Pelayan restoran yang sedang membersihkan meja, mencuri pandang kearah kakek tua tersebut, sambil sesekali mengerutkan keningnya. Namun orang yang dipandang tidak menyadarinya dan terus melanjutkan kegiatan makannya.

Seorang pemuda jangkung masuk kedalam Restoran kecil tersebut dengan terengah-engah, mengambil tempat duduk yang kosong dan memandang sekeliling ruangan dengan gugup. Pelayan yang sedari tadi memperhatikan sang kakek tiba-tiba mengalihkan pandangannya kepada pemuda yang baru masuk tersebut dan bergegas menghampirinya dengan membawa secarik kertas berisi menu makanan hari itu.
"Selamat datang, Tuan. Pesan apa?" sapanya ramah. Pria itu sekilas melihat menu makan, tanpa benar-benar membacanya dan menoleh kearah si pelayan "2 gelas kopi, tolong" ujarnya singkat. Si pelayan memandang bangku kosong yang berhadapan dengan pemuda itu heran ketika mendengar pesanan pelanggannya, namun segera menganggukan kepalanya dan pergi mengambil pesanannya. Si pemuda, terlihat gelisah. Matanya terus melirik arlojinya dan berkali-kali memandang ke arah pintu, seakan-akan ia sedang menunggu seseorang.

Bunyi bel pertanda ada seseorang yang membuka pintu restaurant. Gadis keturunan Prancis-Korea bermata sipit masuk. Tangannya sibuk memeluk tas berisi laptop. Tubuh mungilnya menghampiri lelaki yang sudah setahun ini bersamanya. Wajahnya memerah "Dwyne" panggilnya pelan. Suaranya bergetar. Ia sedang di landa ketakutan sekarang. Ia hanya mematung di belakang kursi. Kepala Joanna menunduk, "pardon, aku terlambat" sebisa mungkin ia harus tenang, meskipun kini lututnya gemetaran.

Pria yang sedari tadi duduk dengan gelisah, refleks mengangkat wajahnya melihat siapa yg masuk. Tak diragukan lagi, feelingnya benar. Iya, dihadapannya berdiri gadis yang sudah bersamanya selama setahun ini yang menjadi tunangannya. Dipandangnya wajah mungil yang sama sekali berubah akhir-akhir ini.

"Kukira kau tak datang" ujarnya singkat tanpa mempersilahkan gadis itu duduk. Tak biasanya pria itu begitu. Namun hari ini, entah kenapa ia bersikap dingin dengan gadis yang dicintainya itu.

Kepala Joanna menunduk, "pardon, aku terlambat" sebisa mungkin ia harus tenang, meskipun kini lututnya gemetaran.

"Oh" ujarnya singkat sambil menoleh kesamping, menghindari pandangan gadis itu. "Setidaknya persilahkan dia duduk, bodoh" bisik suara di dalam kepalanya.
"Errr silahkan duduk" katanya, kaku. Dia bingung harus memulai dari mana.

"Ada apa menyuruhku kesini?" Jelas Joanna tau apa yang pria itu ingin katakan. Ini pasti tentang Albert. Joanna semakin erat memeluk tas laptop bermotif polkadot berwarna biru nya. Joanna duduk berhadapan dengan pria itu, ia mengesampingkan laptopnya lalu meremas tangannya, kebiasaan jika sedang gugup.

Bayangan mengenai sosok seorang pria, bukan dia tentu saja, tapi pria lain yang dulu pernah mengisi hari-hari gadis dihadapannya itu kembali hadir ketika hubungan mereka sudah memasuki tahap serius. Makhluk didalam dadanya, meraung. Cemburu atau bencikah? Dia sendiri tak bisa menjelaskan. Sungguh ironis, memang.

Joanna bingung harus memulainya dari mana, ia hanya menatap pria itu datar.

"Dwyne.. maaf" dua kata berhasil keluar, namun ribuan kata mendesak mulutnya untuk terus mengoceh. "Albert.. aku tak tau jika dia mengajar di kampusku, percayalah."

"Oh begitukah?" katanya dengan nada sakrastik, memandang tajam gadis dihadapannya itu, seolah-olah mencari tahu apakah ia sedang berbohong atau tidak. sulit baginya untuk percaya, ketika melihat opini tak sebanding dengan kenyataan.

"Sungguh, Dwyne" matanya bertemu dengan mata pria itu, meyakinkan tunangannya. "Aku tak berbohong" Pelupuk matanya terlihat menahan sesuatu, apa lagi kalau bukan air mata. Baru kali ini pria itu tak percaya padanya.
Tak seperti biasa. "Kau bisa tanyakan pada Isabela. Dia tau Albert siapa" Joanna masih bersikeras menjelaskan semuanya pada pria tersebut walaupun ia tak mudah percaya, setidaknya untuk sekarang.

"Aku hanya mencintaimu Dwyne, bukan Albert" ucapnya penuh tekanan. Wajahnya nampak frustasi.

Pria itu menarik nafasnya sambil menggelengkan kepalanya. Tak percaya. Begitu banyak pertanyaan hendak ditanyakan kepada gadis itu. Namun semuanya, entah kenapa tertahan tak tersampaikan. Dia tak ingin membuat gadis yang dicintainya bersedih apalagi menangis. Pria itu memainkan cincin ditangannya, cincin yang dipasangkan di jari manis oleh gadis yang sama kepadanya sebulan yang lalu.

"Isabella? ayolah, tolong jangan buat aku tertawa. Adrian, pacar Isabella sendiri yang mengatakan padaku, kalau si Bella banyak bercerita tentang kau dan Albert. Tentang kedekatan kalian selama hampir sebulan belakangan ini. Tentang bagaimana kalian melewati hari yang panjang di kampus, berdua. Aku sekarang baru paham, kenapa setiap ajakanku untuk menjemputmu selalu kau tolak. Aku merasa seperti orang tolol!" Telinganya terlihat merah, begitulah setiap kali ia marah

"Dwyne.." Joanna menggenggam tangan Dwyne erat. "Trust me! Kau tahu bukan kalau Albert mengajar di fakultas hukum. Jurusanku. beberapa hari belakangan aku banyak tugas. Aku tak dapat mengandalkan siapapun, Albert datang hanya untuk membantuku saja. Tutor" Joanna sudah bingung harus menjelaskan apa lagi. "Aku tak mungkin memintamu, kau sendiri sibuk dengan pekerjaanmu" setetes air mata Joanna jatuh, ini klimaksnya. Wajah Joanna tertelungkup di meja. Menangis.

"Aku sibuk karna apa? Karna memikirkan masa depan kita!" suaranya meninggi, menyebabkan beberapa pengunjung restoran tersebut menatap kearah mereka. Terbatuk kecil, ia memelankan suaranya "Aku begini karna aku peduli pada kita, Joanna. Aku peduli, sangat peduli, malah. Aku maklum dengan jadwal kuliahmu yang padat, sama padatnya dengan jadwal pekerjaanku. Hanya saja... Arggghh!" Dwyne mengerang kesal, melihat gadis itu mulai menangis. Selalu seperti ini, batinnya.

"Aku.. hanya ingin kau percaya, Dwyne" ia terisak. "Aku hanya ingin lulus kuliah, aku ingin layak untukmu. Aku harus bekerja keras untuk bisa lulus menjadi sarjana hukum. Lalu menjadi gadis layak untuk kau nikahi" suaranya memelan lalu menatap pria itu. "Dan akhir-akhir ini aku kesulitan mengerjakan tugas, aku terlalu lelah. Semua waktuku tersita untuk kuliah. Sama sekali aku tak memiliki niatan mengkhianatimu. Mengkhianati pertunangan kita" "Bukan aku yang meminta. Albert datang karena Prof. Sam cuti untuk seminar di College. Itu membantuku. Aku hanya dekat karena aku memang butuh bantuannya untuk mengerjakan semua tugasku. Just it" tangannya meraih tissue di meja dan menyeka air matanya kasar.

"Berhentilah menangis. Semua orang menatap kita sekarang" ujarnya gugup sambil mengerling ke sekelilingnya. "Baiklah, aku paham betul situasimu, keinginanmu juga. Tapi kenapa harus Albert? Kenapa harus dia?" Pria itu tak habis pikir, dari sekian banyak orang yang bisa diminta bantuannya, kenapa tunangannya lebih memilih mantannya, seorang yang jelas dianggap rival oleh pria tersebut. Hanya itu yang disesalkannya, berujung dengan kemunculan berbagai spekulasi miring dikepalanya

Pria itu menggelengkan kepalanya lagi, seperti biasa ketika ia tak percaya atau tak bisa mencerna alasan yang menurutnya sama sekali lemah keakuratannya. Ia mengeluarkan beberapa lembar dollar dari dalam dompetnya dan menaruhnya di meja.

"Kau tahu? Sebaiknya kita sudahi saja pertunangan ini. Tak ada gunanya kita lanjut kalau seperti ini" ujarnya singkat dan segera berjalan kearah pintu, membantingnya sambil mengabaikan protes dari pelayan restoran tersebut

Sedetik...
Dua detik...

"Dwyneeee!" Joanna berteriak, mengejar tunangannya yang keluar lalu memeluknya dari belakang. "Jangan begitu ku mohon" tangisannya pecah seketika. Pelukannya di pererat, "Aku mencintaimu, Dwyne. Sungguh"

Merasa dipeluk dari belakang, membuat langkah pria itu terhenti. Aku masih mencintainya, sangat. Tapi aku tak terima berada dalam posisi seperti ini, harga diriku... ujar suara dalam kepalanya, sekali lagi, membuat pria itu menepis pelukan unangannya dan bergegas ke parkiran, dimana mobilnya diparkirkan. Menahan godaan untuk menoleh ke belakang, ia mempercepat langkahnya. Tekadnya sudah bulat. Ia, walaupun tak yakin, segera mempercepat langkahnya.

"DWYNEEEE!!" Kini Joanna menjerit, terus memanggil manggil tunangannya. Ia takkan rela semuanya berakhir begini. Tanpa rasa malu Joanna mengejarnya menuju parkiran. "Ku mohon... Dwyne. Jangan tinggalkan aku" ia meraung seperti orang gila. Biar saja. Mereka tak merasakan apa yang ia rasakan sekarang. Kesalahpahaman yang sudah seperti benang kusut. Sulit di luruskan.

Pria itu sudah sampai di tempat parkiran. Ia memutuskan tidak peduli lagi ketika mendengar tunangannya yang berteriak memanggilnya. Dia sudah memasrahkan segalanya. Namun, lagi-lagi seperti orang bodoh ia berbalik, tak tega melihat orang yang begitu ia cintai menangis seperti itu. Dengan kasar, ditariknya tunangannya masuk kedalam Peugeot 308 miliknya dan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Mengabaikan tangisnya, ia mempercepat laju kendaraannya "Rumah. akan kuantar kau pulang. Dan demi Tuhan, berhentilah menangis seperti anak kecil!" katanya, hilang sabar.

Joanna berusaha menghentikan tangisannya, namun ini sulit. Ia terus terisak dalam mobil. Lengannya sedikit sakit akibat tarikan kasar tunangannya yang menariknya masuk ke dalam mobil. "Aku hiks.. tak mau pulang hiks" joanna menyeka air matanya dengan lengan sweater yang ia pakai. Tiba-tiba ponsel Joanna berdering, ada panggilan masuk dari.. Albert. Joanna mendiamkan panggilan itu. Ia tak ingin semakin salah faham padanya. Sedetik kemudian Joanna me-riject panggilan Albert. Tak penting lagi baginya.

Bunyi ponsel tunangannya itu mengalihkan pandangannya di jalan. Kecepatan mobilnya berkurang sedetik. "Tshh" dengusnya Pasti dari albert, gumamnya dalam hati. dibakar kecemburuan, ia mempercepat laju mobilnya, sesekali disalipnya mobil yang berada di depan. Sekarang pria itu tak perduli lagi tentang keselamatan mereka. Yang ada dalam pikirannya hanyalah pelampiasan akan kecemburuannya yang meningkat tanpa disadarinya. Seringainya perlahan terbentuk di sudut bibirnya

"Astaga Dwyne... demi apapun itu turunkan kecepatan mobilnya" suara Joanna menyiratkan ketakutan yang luar biasa. Ia memegang lengan pria itu kuat. Ia tau Dwyne cemburu. Tapi tak seharusnya pula ia melakukan ini. "Ku mohon. Aku takut Dwyne" Nafasnya tersengal

"Angkat saja telepon itu. Dengan senang hati akan kuantar kau padanya. Serius" ujarnya ketus, tanpa memperdulikan protes tunangannya. Ia tahu bahwa gadis disampingnya itu sedang ketakutan. Namun memikirkan bahwa hal yang sedang ia lakukannya benar, maka ia semakin mempercepat kecepatan mobilnya.

Mata sipitnya kembali menatap kearah pria disampingya. Calon suaminya ini sedang berada di luar kendali. Dan ini sangat menakutkan. "Aku tak..." ucapannya terputus saat mendengar ponselnya kembali berdering. Kali ini dari ayahnya.

"Ayah..." suaranya ia buat setenang mungkin di bawah tekanan yang @dwcyz ciptakan.

"Aku.. sedang dengan Dwyne" ia melirik tunangannya. "Tak apa. Aku tak menangis" Dan lagi-lagi Joanna berbohong. Namun ia tak mungkin mengatakan kalau ia sedang bertengkar. "Hm.. baiklah" sambungan telepon pun di tutup.
Ia kembali menatap pria disampingnya. Terdengar ia menghela nafas berat.

"Kalau kau ingin mengakhiri pertunangan ini terserah padamu. Kau berhak" pasrah Joanna mengatakan itu. "Namun 1 hal, setelah ini. Jangan harap bisa melihatku lagi"

Mendengar kata-kata tersebut, tanpa sengaja pria itu menginjak pedal remnya kuat-kuat. Terlihat tangannya memegang erat setir. Nampak ia berusaha mengendalikan emosinya. Ia tertawa. Tawa yang bukan berasal dari dirinya sendiri, melainkan sesuatu yang lain, yang ia sendiri tak mengenalnya. Setelah reda tawanya, pria itu menatap lekat-lekat mata indah kepunyaan tunangannya disampingnya, seolah sedang mencari sesuatu disana. Berharap ia menemukannya, tapi yang ditemukannya hanya air mata.

"Kau tak pernah mencintaiku" katanya, menyerupai sebuah bisikan. "Kau.. tak...pernah...mencintaiku" Ada penekanan disela setiap suku katanya.

Sejenak Joanna memejamkan matanya yang terasa panas. "Kau yang tak mencintaiku. Tak ada kepercayaan dalam dirimu untukku" Kini ia lebih berani mengatakan hal yang harusnya di katakan. "Kita terikat awalnya tanpa cinta, kita meraba satu sama lain. Hingga kita memutuskan untuk saling berjanji dan itu membuat kita serius, Dwyne" ia menarik nafasnya sebelum melanjutkan ucapannya. "Namun hanya karena Albert, yang notabene hanya tutorku, kau berani berlaku seperti ini. Jadi yang sebenarnya tak punya rasa cinta itu kau, bukan aku. Aku bisa saja mengklaim dirimu terlibat affair dengan Miranda, sekretarismu. Tapi aku percaya hubungan kalian hanya sebatas atasan dan bawahan. Meskipun aku tak tahu di belakang kalian seperti apa. Aku hanya meminta, percayalah padaku"

"Tshh, ayolah jangan bawa-bawa Miranda dalam hal ini. Kau tak pernah mencintaiku" suaranya bergetar, jelas ia sedang menahan emosinya dengan susah payah. "Kenapa kau mengkambing-hitamkan miranda? Dia itu sudah kuanggap adik, kau tahu. Kami sudah seperti kakak adik beda orangtua. Albert, itu beda. Semua tahu kalau dia masih mencintaimu. Dan dengan kau mendekatinya sama saja menyalakan lampu hijau dhadapannya. Bagaimana bisa aku percaya dengan semua yang seolah-olah tak pasti?"

"Aku berbicara fakta" nada bicaranya memelan. "Lakukan sesukamu. Aku pasrah" Joanna membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Ia sudah tak tau lagi bagaimana cara agar tunangannya bisa percaya. Joanna lelah berdebat. Gadis 17 tahun ini pun menyerah pada keadaan. ia lupa akan laptopnya yang masih ada di dalam mobil @dwcyz. Yang berisi semua tentang Dwyne. Hanya Dwyne. Joanna berjalan terhuyung. Pergi.

Pria itu kehilangan kata-katanya. Mencegahnya pun tak sanggup. Ia membiarkan tunangannya pergi, melongo seperti orang bodoh. "Ini semua salahku!" sesalnya sambil membanting kepalanya di setir. "Aku bodoh!"... "Hey kau tak sebodoh itu" suara itu, suara dalam kepalanya mulai terdengar lagi. "Kau bukannya senang sudah bebas dari rasa cemburumu, kan?" "Arggghh!" teriaknya sambil menutup telinganya. Tanpa menoleh, ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi

---

     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.