Notes

Josefina sedang mengurung dirinya di studio lukisnya yang dia bangun dengan menggunakan kamar tamu di dalam apartementnya. Lantai telah dibersihkan dari kertas-kertas design yang gagal dan hanya terdapat satu kanvas berukuran sangat besar yang diletakkan di bawah lantai kayu tak berkarpet itu. Sedangkan kanvas-kanvas putih beraneka ragam bentuk yang telah menjadi lukisan telah Josefina dirikan di sudut-sudut tembok ruangannya.

Josefina melihat ke arah kanvas putih besar itu dengan tatapan mata yang fokus dan otak yang memikirkan ide apa yang akan dia tuangkan di dalam kanvas tersebut. Setelah cukup lama memandangi kanvas putihnya, Josefina segera mengambil papan yang diberikan roda di keempat sudut sisinya untuk tempatnya duduk dan mulai menggerakkan papan tersebut di tengah-tengah kanvas. Josefina duduk dan memajukan sedikit tubuhnya agar tangannya yang sedang memegang kuas bisa menjangkau sang kanvas, kemudian Josefina pun mulai menari-narikan jari-jemarinya yang lentik dengan warna-warna yang muncul di dalam otaknya, paduan warna-warna berani dan lembut bersatu dan melebur di dalam kanvas yang tadinya hanya berwarna putih polos itu.

Untuk melakukan detailnya, Josefina menuruni papan beroda miliknya dan pergi ke sudut-sudut kanvas, memberikan sentuhan pada garis-garis yang masih tak tertangkap oleh mata manusianya yang terbatas. Josefina sangat berkonsentrasi hingga dia terus mengabaikan suara-suara lain yang terdengar di sekelilingnya. Ini adalah hal penting baginya—dan Josefina tidak ingin apapun merusak mood ataupun moment yang sedang berusaha dibangunnya di ruangan ini.

Setelah detik berganti menit, menit berganti jam, dan jam berlalu tiada terasa, Josefina berhasil menyelesaikan lukisannya. Dia baru kembali ke bumi saat pikirannya terus saja melayang memikirkan imajinasi apa yang ingin dia tuangkan, warna-warna apa yang dipilihkan sebagai perwakilan dari imajinasi tersebut. Hal itu ditandai oleh bunyi perutnya yang bersenandung riang, melakukan mini konser yang membuatnya tertawa kecil, tetapi ya Tuhan, dia terlalu lemah untuk bergerak. Dengan mengesotkan tubuhnya ke arah tas berisikan ponselnya, Josefina pun menggunakan sisa-sisa tenaganya untuk mengambil ponsel, hanya untuk mengirimkan satu pesan, satu kata, untuk satu orang.

To: Edgar
Msg: SOS.

“Aku lapar…” Josefina lemah tak mampu bergerak dari lantai kayunya yang dingin. Rasanya begitu nyaman. “Ngantuk… tapi lapar…” Ujarnya dengan nada mengantuk, terlihat begitu kelelahan.