NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

Saeronk07
3. Oedipus by Sophocles
Latar belakang/ringkasan
Seperti yang umum terjadi dalam drama klimaktis, banyak bagian dari mitos Oedipus terjadi sebelum adegan pembuka dan tidak muncul di panggung. Di masa mudanya, Laius pernah menjadi tamu Raja Pelops dari Elis, dan guru balap kereta bagi Chrysippus, putra bungsu sang raja. Laius lalu melanggar hukum-hukum suci keramahan dengan menculik dan memperkosa Chrysippus, yang menurut beberapa versi kemudian bunuh diri karena malu. Hal ini menyebabkan Laius dan keturunannya dikutuk.
Tokoh utama tragedi ini adalah putra Raja Laius dan Ratu Jocasta dari Thebes. Setelah Laius mengetahui dari seorang peramal bahwa “dia ditakdirkan/Untuk binasa di tangan putranya sendiri”, ia mengikat erat dan menjepit kedua kaki bayi itu dan memerintahkan Jocasta untuk membunuhnya. Karena enggan melakukannya, Jocasta menyuruh seorang pelayannya untuk menyingkirkan bayi itu. Alih-alih, pelayan itu membawa sang bayi ke puncak gunung agar dia mati kedinginan. Seorang gembala menyelamatkan bayi itu dan memberinya nama Oedipus (atau “kaki bengkak”). Sang gembala membawanya ke Korintus, di mana Oedipus kemudian diangkat oleh Raja Polybus yang tidak memiliki keturunan dan ia rawat seperti anaknya sendiri.
Sebagai seorang pemuda di Korintus, Oedipus mendengar desas-desus bahwa ia bukanlah anak kandung Polybus dan istrinya Merope. Ketika Oedipus mempertanyakan hal tersebut pada Raja dan Ratu, mereka menyangkalnya, namun karena curiga, ia bertanya pada Peramal Delphi tentang siapa orang tua kandungnya. Sang peramal seolah mengabaikan pertanyaan itu dan justru mengatakan bahwa Oedipus ditakdirkan untuk “Mengawini ibu (dia) sendiri dan menumpahkan/Dengan tangan (dia) sendiri darah ayah (dia) sendiri”. Putus asa ingin menghindari nasib tertulisnya, Oedipus meninggalkan Korintus dengan keyakinan bahwa Polybus dan Merope adalah benar-benar orang tua kandungnya, dan bahwa dengan berada jauh dari mereka, ia tidak akan dapat menyakiti mereka.
Lukisan oleh Jean-Auguste-Dominique Ingres yang menggambarkan Oedipus setelah dia menyelesaikan teka teki dari Sphinx.[3] The Walters Art Museum.
Dalam perjalanan menuju Thebes, Oedipus bertemu Laius, ayah kadungnya. Saling tidak mengetahui jati diri masing-masing, mereka bertengkar tentang siapa di antara keduanya yang berhak melewati jalan terlebih dahulu dengan kereta mereka. Raja Laius bergerak menyerang pemuda kurang ajar itu dengan tongkatnya, tetapi Oedipus melemparkannya dari keretanya dan membunuhnya. Dengan demikian, sebagian ramalan sang ahli nujum pun menjadi kenyataan. Ia juga membunuh semua pengawal Raja kecuali satu orang.
Tak lama setelah itu, Oedipus memecahkan teka-teki Sphinx, yang sebelumnya telah membingungkan banyak orang pintar: “Makhluk apakah yang berjalan dengan empat kaki di pagi hari, dua kaki di siang hari, dan tiga kaki di senja hari?” Oedipus pun menjawab, “Manusia” (yang merangkak dengan kedua tangan dan kakinya ketika bayi, lalu mampu berjalan tegak dengan kedua kakinya, dan kemudian membutuhkan tongkat untuk membantunya berjalan di usia senjanya). Maka Sphinx yang kalah dan putus asa pun terjun ke jurang. Sebagai imbalan atas jasanya membebaskan Thebes dari kutukan Sphinx, Oedipus dianugerahi kerajaan tersebut dan sang Ratu Janda Jocasta, ibu kandungnya. Seluruh ramalan itu pun akhirnya terpenuhi, meski tak satupun dari para tokoh utama itu menyadarinya.
ISI LENGKAP~
Seorang pendeta dan paduan suara Thebes tiba di istana untuk menemui Raja mereka, Oedipus, untuk meminta bantuannya menghentikan wabah yang sedang menyerang kerajaan. Sebelumnya Oedipus telah mengirim Creon adik iparnya, untuk meminta pertolongan ahli nujum di Delphi, dan ia kembali tepat pada saat itu. Creon mengatakan bahwa wabah tersebut adalah akibat dari pencemaran agama, yang disebabkan karena pembunuh Raja sebelumnya, Laius, belum tertangkap. Oedipus bersumpah akan menemukan pembunuhnya dan mengutuknya atas wabah yang telah ia akibatkan.
Oedipus memanggil pendeta peramal Tiresias untuk dimintai tolong. Ketika Tiresias tiba, ia mengaku mengetahui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Oedipus, tapi ia menolak berbicara, dan justru menasehati Oedipus untuk menghentikan pencariannya. Oedipus sangat marah atas penolakan Tiresias, dan menuduh pendeta itu pasti terlibat dalam pembunuhan tersebut. Karena berang, Tiresias akhirnya memberitahu sang raja bahwa Oedipus sendirilah pembunuhnya. Oedipus sama sekali tidak melihat bagaimana dia bisa menjadi tertuduh, dan menyimpulkan bahwa peramal itu pasti orang bayaran Creon dalam usahanya menggulingkan Oedipus. Kedua orang itu pun berdebat hebat dan akhirnya Tiresias pergi, sambil bergumam muram bahwa pada saatnya nanti, akan diketahui bahwa pembunuh itu sebenarnya berasal dari Thebes; adalah saudara sekaligus ayah dari anak-anaknya sendiri; dan adalah anak dan suami dari ibunya sendiri.
Creon muncul untuk menghadapi tuduhan Oedipus. Sang Raja menginginkan Creon dihukum mati, tetapi paduan suara meyakinkannya untuk membiarkan Creon hidup. Jocasta masuk dan berusaha menenangkan Oedius, dengan mengatakan bahwa sebaiknya Oedipus tidak mempedulikan ucapan peramal. Bertahun-tahun yang lalu ia dan Laius mendapatkan ramalan yang tidak pernah terbukti. Saat itu dikatakan bahwa Laius akan dibunuh oleh putranya sendiri, namun ternyata seperti yang diketahui seluruh rakyat Thebes, Laius dibunuh oleh perampok di persimpangan jalan menuju Delphi.
Saat disinggung tentang persimpangan ini, Oedipus berhenti sejenak dan bertanya lebih lanjut. Ia menanyakan pada Jocasta seperti apa rupa Laius, dan seketika Oedipus khawatir bahwa tuduhan Tiresias benar adanya. Oedipus lalu menyuruh orang untuk membawa satu-satunya saksi mata yang selamat dari serangan itu ke istana dari ladang tempat ia sekarang bekerja sebagai gembala.
Jocasta yang bingung bertanya kepada Oedipus apa yang telah terjadi, dan Oedipus memberitahunya. Bertahun-tahun yang lalu di sebuah jamuan di Korintus, seorang pria mabuk menuduh Oedipus bukan anak ayahnya. Terganggu oleh kata-kata itu, Oedipus pergi ke Delphi dan bertanya pada ahli nujum tentang orangtuanya. Namun ia justru diramalkan akan membunuh ayahnya sendiri dan meniduri ibunya sendiri. Setelah mendengar hal itu, ia memutuskan untuk meninggalkan Korintus dan tidak akan kembali. Saat berperjalanan, ia sampai ke persimpangan yang dikatakan adalah tempat terbunuhnya Laius, dan bertemu dengan kereta yang berusaha menyingkirkan dirinya dari jalan. Adu mulut terjadi dan Oedipus membunuh rombongan pejalan tersebut, termasuk seorang pria yang sesuai dengan deskripsi Jocasta tentang Laius. Meski demikian Oedipus masih memiliki harapan, karena menurut cerita, Laius dibunuh oleh beberapa perampok. Jika sang gembala membenarkan bahwa Laius diserang oleh banyak orang, maka Oedipus bersih.
Seorang utusan tiba dari Korintus membawa kabar bahwa ayah Oedipus telah meninggal. Sang utusan terkejut melihat betapa gembira Oedipus mendengar kabar itu. Ia gembira karena hal itu membuktikan bahwa separuh ramalan tentangnya salah, karena sekarang ia tidak akan bisa membunuh ayahnya. Walaupun demikian, ia tetap khawatir bahwa ada kemungkinan suatu saat nanti ia melakukan hubungan sedarah dengan ibunya. Untuk menenangkan Oedipus, utusan itu pun mengatakan bahwa Oedipus tidak perlu khawatir, karena Merope sebenarnya bukanlah ibu kandung Oedipus.
Ternyata utusan tersebut adalah si gembala dari Gunung Cithaeron, yang kepadanya diberikan seorang bayi yang kemudian diserahkannya kepada Polybus untuk diadopsi. Bayi itu menurutnya diberikan kepadanya oleh seorang gembala dari istana Laius, yang diperintahkan untuk menyingkirkan bayi tersebut. Oedipus bertanya kepada paduan suara apakah ada yang tahu siapa gembala istana Laius ini, atau di manakah ia sekarang berada. Mereka menjawab bahwa gembala itu adalah orang yang sama yang menjadi saksi hidup terbunuhnya Laius, yang sedang dipanggil menghadap Oedipus. Jocasta, yang kini telah menyadari apa yang sebenarnya terjadi, memohon kepada Oedipus untuk berhenti bertanya, tetapi ia menolaknya dan Jocasta pun berlari masuk ke dalam istana.
Saat gembala yang dimaksud tiba, Oedipus pun menanyainya, tetapi ia memohon untuk dibiarkan pergi tanpa ditanyai lebih lanjut. Namun Oedipus memaksanya dan mengancamnya dengan siksaan atau hukuman mati. Akhirnya diketahui bahwa anak yang diserahkannya adalah putra Laius sendiri, dan bahwa Jocasta telah memberikan sang bayi untuk diam-diam dibuang di gunung. Hal ini dilakukan karena mereka takut akan ramalan yang menurut Jocasta tidak pernah terbukti: bahwa anak itu akan membunuh ayahnya sendiri.
Semuanya akhirnya terungkap, dan Oedipus mengutuk dirinya sendiri dan takdirnya sebelum meninggalkan panggung. Paduan suara meratapi kenyataan bahwa bahkan seorang yang begitu agung bisa dijatuhkan oleh takdir, dan pada saat itulah seorang pelayan keluar dari istana untuk melaporkan apa yang telah terjadi di dalam. Setelah Jocasta masuk ke istana, ia lari ke biliknya lalu gantung diri di sana. Tidak lama kemudian Oedipus masuk dengan penuh amarah, ia memanggil pelayan-pelayannya untuk membawakannya sebuah pedang agar dia bisa membunuh dirinya sendiri. Ia mengamuk dalam istana sampai akhirnya dia menemukan jasad Jocasta. Sambil menangis, Oedipus menurunkan tubuh Jocasta dan mengambil jarum emas panjang yang tersemat di gaunnya, lalu menusukkannya pada kedua matanya sendiri dalam keputusasaan.
Oedipus yang kini buta berjalan keluar istana dan memohon untuk diasingkan sesegera mungkin. Creon masuk dan berkata bahwa Oedipus akan dibawa kembali ke istana sampai nanti para ahli nujum bisa dimintai saran apa yang sebaiknya dilakukan mengenai hal ini. Dua putri Oedipus (yang juga separuh adiknya), Antigone dan Ismene dikirim keluar, dan Oedipus meratapi nasib mereka terlahir di keluarga yang begitu terkutuk. Ia meminta Creon untuk menjaga mereka dan Creon menyetujuinya, sebelum membawa Oedipus masuk kembali ke dalam istana.
Di panggung yang kosong, paduan suara membacakan pepatah Yunani, bahwa tidak seorang pun bisa dianggap beruntung sebelum dia mati
     
 
what is notes.io
 

Notes is a web-based application for online taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000+ notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 14 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.