NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

[ Unknown Place ; Current Time ]

Kise :
Malam telah merayap mengganti siang, langit indah terbalut warna hitam memudar. Bertebaran bintang laksana intan di angkasa. Awan berarak menyapa dunia. Angin berhembus, membuat daun nyiur kegirangan. Melayangkan tatapan terganggu pada lahan yang ditumbuhi pohon besar karena suara gesekan daunnya. Tidak bicara, hanya siratan wajahnya yang terlihat jengkel.

Menutup kepala dengan bagian hoodienya. Berjalan membelah hutan di temani kilauan cahaya bulan, menyingkirkan beberapa ranting yang menghalangi jalan dengan tangannya. Menunduk, menatap samar ujung sepatunya. Ia sendiri bingung mengapa ujung sepatunya kini menjadi objek menarik untuk di pandang.

Ri :
"Hei Kise," Memecah keheningan udara, kedua tungkainya menyamai langkah sang kakak yang terlalu terburu. Seperti takut muka dunia menyapanya.

Menghela napas pasrah. Lengannya terangkat, menarik paksa kepala hoodie yang laki laki itu kenakan. Mengesampingkan dulu rasa takut terhadap sang kakak bila perbuatannya itu dinilai tak sopan. Ri harus membuat kakaknya berdiam sebentar. "Biar kita bicarakan dulu sebentar, jangan melarikan diri dulu Kise." Berkata tanpa intonasi yang berarti.

Kise :
Rasa kesal luar biasa menyelimuti hati Kise, bahunya berbalik, fokusnya langsung jatuh mengarah pada sasaran objek yang terlihat samar dalam penglihatannya. Fakta mereka sedang berada dalam hutan, begitu gelap temaram, bahkan cahaya bulan tak membantu di saat begini. "Diii-diam. Lari, kita harus lari," bergetar dalam nada bicara, tersirat dalam frasanya yang agak tergagap. Menjatuhkan harga diri di depan sang adik karena terlihat cengeng. Namun, disaat begini tentu Kise tak peduli tentang statusnya, atau tentang siapa yang lahir lebih dulu. Nuraninya tak tenang. Seperti itu yang ia rasakan.

Ri :
Raut mukanya berubah, wajah yang biasa tanpa ekspresi itu kini tersirat khawatir. Kilatan retinanya berubah manakala mendengar suara tak mantap disana, seperti mengambang dan bergetar. Sebegitu takutkah laki laki yang dikenalnya begitu kejam ini?

"Dengar," menghirup udara sebentar, "kita mewakili ide paradoks manusia dengan kemampuan dan kelebihan yang dimiliki-" membawa kedua telapak tangannya menyentuh bahu Michi disana, "-dan jangan menjadikan itu sebuah beban. Mengalirlah seperti air." Tersenyum seolah semua akan baik-baik saja. Benar, itu ada. Berbohong untuk kepentingan.

Kise :
Tak sebodoh itu untuk dikelabui seorang anak kecil. Tapi, sudut-sudut bibirnya terangkat, mendorong tulang pipinya untuk menampilkan kelopak mata membentuk garis lurus. Kejadian itu hanya sebentar sebelum Kise kembali menyeringai. Lagipula, senyumnya tadi tak akan dilihat karena gelap. "Ya, mengalir seperti air."

Napasnya mendominasi, Menghirup udara sebanyak yang ia bisa, bernafas secepat yang ia mampu. "Ri, mari kita pergi."

Ri :
Samar melihat kakaknya tersenyum, entah halusinasi atau efek lelah karena berjalan, yang jelas sesuatu menyelimuti dirinya ketika Kise tersenyum. Rindu, Rindu akan sosok periang yang selalu tersenyum itu. Ia seperti serdadu melawan rindu.

"Ya,kita pergi." Melepas tangan dari bahu kakak perempuannya. Melihat langit dengan retina hitamnya, tersenyum kecil ketika sorot nyata cahaya bulan malam menyinarinya.

Kise :
Kedua tungkainya menjauh, meninggalkan adiknya yang terpaku menatap langit.

Menjauh. Jangan Berhenti. Bahaya. Mengincar mengumamkan kata aneh. Banyak makna di balik suara kecil yang dibuatnya. Dan jangan mencoba untuk bertanya apa arti itu semua.

Ri :
Segera memgalihkan pandang saat mendengar suara daun terinjak. Lagi-lagi Kise meninggalkannya, kenapa kakak tunggalnya itu selalu berlagak sok berani? Padahal dalam kenyataannya ia yang tadi bergetar ketakutan. "Oneechan chotto matte!" Berujar sedikit kesal lalu kembali menyamakan langkah.

Kise :
Hutan ini seolah menjadi sarang penghabisan. Begitu tenang menghisap seluruh kehidupan. Gelap mencekam, menutup seluruh ruang asa. Seperti terhibur oleh kegelapan, meremukkan setiap persendian dan tulang-tulang penopang kehidupan. Gelap begitu menyesakkan setiap paru-parunya menghisap udara. Bahkan tak tearasa setitik keringat mengalir jatuh dari dahi karena terlalu terburu.

Ri :
Menggapai pergelangan tangan Kise untuk ia cengkeram. Membawa fokus mereka bertemu. Menatap tajam manik kakaknya, seolah kembali berkata mereka akan baik-baik saja. "Hari makin gelap, kita dari tempat persembunyian. Tenang saja, suara air mengalir sudah tak terdengar lagi. Kita berpisah dengan para maniak itu di sungai kan? Jangan khawatir lagi." Itu adalah kalimat yang terlontar dari bibir Ri. Untuk pertama kalinya bicara sebanyak itu hanya untuk menenangkan kakaknya.

Kise :
(Skip)
Saat Pagi tiba,

Suasana pagi merasuk sukma, bijak lestari mengukir sanubari. Kedua bola mata Kise bergerak gelisah di balik kelopak matanya yang masih terpejam. Perlahan salah satu kelopak matanya terbuka, Ia menutup sebelah matanya lagi kemudian membuka kedua kelopak matanya bersamaan. Menampilkan mata dengan retina merah, serupa senja. Irisnya bergerak, berusaha memahami keadaan sekitar. Kise jatuh bersandar pada batang pohon besar disana. Apa ia tertidur disana semalam? berspekulasi dengan dirinya sendiri lalu bangkit berdiri. Membersihkan pakaiannya yang terasa kotor.

Retinanya bergerak gelisah, "Ri,kau dimana?"

Ri :
Berdiam diri dibalik sisi pohon yang lain, tentu Ri tak meninggalkan kakaknya sendiri, apalagi mereka tengah jauh dari rumah. Sebagai seorang adik yang baik ia harus siap di kondisi apapun demi keselamatan kakaknya.

"Aku disini." Sedikit berteriak, menandai lokasinya berada.

Kise :
Melepas partikel udara dari mulut, tertatih berjalan menghampiri Ri di balik pohon. Sebelah tangannya terangkat, menghalau sinar mentari ketika sinar nyata itu menyorot langsung wajahnya. Peluh bak tetesan darah mengucur deras dari pori-pori gersang lapisan kulit. Terlihat gugup, tapi sebenarnya biasa saja.

Mendudukan diri di samping adiknya, "apa kau lapar?" sekedar basa basi untuk menghangatkan suasana

Ri :
Ri mengangguk lalu kembali menunduk, memainkan ranting di tangan. Tidak banyak bicara. Bukan tidak menanggapi, hanya merasa kalau lapar dapat memicu emosinya.

Kise :
Tangannya yang semua tertangkup di atas paha kini mulai bergerak, membenamkan salah satu lengannya pada saku hoodie. Menggapai sepotong coklat dengan sisi pembungkusnya yang sedikit terbuka disana. Kise tersenyum sebentar sebelum mendorong potongan coklat itu pada Ri. Yang tersisa hanya itu. Tapi tak apa, ia hanya ingin Ri tak terganggu akan rasa laparnya yang mengebu gebu.

Ri:
Ri menelan saliva gugup. Bimbang antara mengambil atau tidak, pasalnya sang kakak saja hanya memakan sedikit bagian dari potongan coklat tersebut. Merasa tidak enak.

"Tidak, untuk kise saja." Ri yakin umurnya terpotong beberapa tahun karena berbohong.

Kise :
"Tidak apa-apa,makan saja ini" mematahkan coklat batangan itu menjadi dua bagian. Memberi Ri setengah dari coklat miliknya. "Kita bisa berbagi kan?" Terkekeh sebelum melahap pelan coklat manis tersebut.

Ri :
Dua sudut bibirnya terangkat, Ri tersenyum ramah pada Kise sebelum satu tangannya mengambil sepotong coklat tersebut. "Terimakasih,Kise." Berkata datar seperti biasa, namun kilatan matanya menunjukkan rasa terima kasih yang amat sangat. Satu hal yang selalu diingatnya, Kise benar-benar sosok seorang kakak yang pengertian.

Ri mulai menggigit coklat bagiannya dengan hikmat.

Kise :
Kise membalas senyuman adiknya. Seperti memeluk kata-kata tadi sendiri, Kise ingin mengabadikannya dengan akhir yang bahagia. Terlalu senang dengan kalimat terima kasih Ri hingga memakan coklatnya cepat. "Ri, aku menyayangimu!" Berkata lantang seraya bangkit berdiri. Menepuk pakaian yang tadi terduduki sebelum mengeluarkan pisau lipat kesayangannya. Kise menyayangi Ri untuk itu ia akan membunuhnya. Di sini,di hutan yang sepi. Kebetulan juga mereka seperti di kejar oleh larangan omong kosong yang menyebalkan. Kise takut Ri terbunuh. Maka dari itu ia yang akan terlebih dahulu mencabut nyawa adik kesayangannya itu...

Ri :
Ah.. jadi ini kah maksud larangan bodoh yang mengejar mereka hingga ke hutan ini? Bertarung dengan kakaknya sendiri? Untuk saling membunuh. Mencabut nyawa masing-masing.

Melepar sisa coklat tadi ke atas tanah. Seringai kini menghias wajah Ri di sana. Betapa ia merindukan benda tajam kesukaannya itu untuk memulai permainan. "Aku juga menyayangimu, Kise. Aku menyayangimu hingga ingin membunuhmu." Ri berujar tanpa intonasi yang berarti.

Kise :
"Ohh, tenang Ri. Aku yang akan membunuhmu." Tersenyum lebar dengan retina yang mengecil. Mencintai kekecewaannya sendiri. Tentu dirinya bukan kakak tauladan yang terobesi menghilangkan nyawa adiknya, tentu saja. Melakukan ini semata- mata karena rasa sayangnya terhadap sang adik.

Ri :
Merasa cukup berbasa basi tadi, ia yang akan lebih dulu memulai acara bermain mereka kali ini.

Melompat ke arah Kise, membungkam mulutnya dengan sebelah telapak tangan. Tangannya yang menggengam pisau berukirkan dengan huruf Korea. dibagian sisinya itu mengkilat di udara ketika Ri mengangkatnya. Dengan tega ia menarik helaian rambut Kise dalam genggamannya setelah puas membungkam mulut sang kakak dengan telapak tangan. Pisaunya memotong sedikit rambut Kise. Membuatnya berantakan dengan potongan tak sempurna tersebut.

Kise :
"KURANG AJAR!!!" Berteriak penuh emosi. Seakan tak peduli akan penampilannya, kepalan tangan Kise menyawa wajah Ri. Memberinya kenangan indah dengan bilur biru yang akan berubah warna menjadi ungu esok hari. Rambut adalah mahkota bagiku. Adiknya harus membayar karena telah merusak mahkotanya.

Ri :
Jatuh tersungkur dengan punggung menabrak pohon terlebih dahulu. Monster. Benar, kakaknya seperti monster karena bisa membuat satu orang dewasa jatuh tersungkur hanya karna tinjunya. Sudut bibirnya terasa robek. Benci kekalahan, Ri mencoba bangkit dan harus bertahan.

Kise :
Cahaya bulan seperti membawa terang pada masa depan. Begitu menyilaukan mata ketika kemilau sinarnya memantul dari permukaan rata yang mengkikap dari pisau lipatnya.

Mendekati Ri, menendang bagian perutnya hingga mendapatkan hasil suara yang terdengar indah di telinganya. Mendudukkan diri di bagian perut adiknya dengan posisi strategis menangkap raut wajah kesakitan.

Ri :
Reflek berteriak, mengaduh kesakitan karena tendangan kuat sang kakak. Belum lagi perutnya terasa nyeri karena bobot berat seukuran laki laki dewasa menduduki perutnya. Menyiksa. Ini sungguh keterlaluan. Ri mencoba meraih benda apa pun di sana. Namun,ketika ia meraba perjukaan tanah hanya ada ranting-ranting kecil. Pisaunya terlempar ketika Kise meninjunya tadi. merutuki dirinya sendiri karena genggaman tangannya tak terlalu kuat.

Pasrah? Tidak. Tidak semudah itu meruntuhkan tekad bulatnya itu tetap hidup. Bukannya ketakutan karena posisinya terpojok, Ri justru tergelak kencang.

Kise :
Kedua alisnya menyatu, seperti memberi salam satu sama lain. Bingung melihat reaksi sang adik ketika sudah di ujung kematiannya justru malah tertawa. Kise tipe orang tempramen sebenarnya, memikirkan sesuatu hingga fikirannya terbagi fokus. Benar, itu + ada. Memikirkan reaksi Ri membuat fikirannya terbagi. Namun tak peduli. Pisau lipatnya menghunus langsung dada pemuda tersebut. Merobeknya paksa hingga cairan merah yang lebih kental dari air itu menyelimutinya. Memotong aliran darah, tak membiarkan darah mengalir pada pisau lipatnya. Ia memubuh sang adik dengan rasa sayang, tentu saja. Karena ia menyayangi Ri dan tak ingin adiknya mati konyol karena larangan yang bahkan tak nyata.
     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.