Notes

[1]
Ruang tahta yang menjadi lokasi bersemayamnya singgasana terasa lengang pasca rencana penerimaan tamu khusus diumumkan. Tidak heran langkah tegap sang Prabu terdengar menggema kala menghampiri tempat duduk, menunggu kedatangan seorang wira yang buah tangannya telah menggerakkan hati tokoh nomor satu Negeri Barangbrangan.

Sebuah lukisan yang menampilkan gurat paras seorang puan, berhasil mencekat napas yang hendak dihela Sri Rajasanagara. Siapakah jenama gadis itu? Batin Hayam Wuruk penuh tanda tanya, tetapi bunyi ketukan membuyarkan lamunan. Pandangan yang tadi menatap kosong ke sembarang arah kini kembali terisi inti. Langsung mengertilah Ia bahwasanya ketukan itu adalah awak yang dinanti.

"Masuk," titah Prabu Hayam Wuruk.


[2]
Mendapat hatur penghormatan dari sang rakyat, Hayam Wuruk dari singgasana kebesaran mengangguk penuh rekognisi. Sebelah kuasa diangkat sebagai tanda penerimaaan atas salam menghamba yang dipersembahkan.

Dia menyahut, “Tegakkan tubuhmu, Rakyatku.”

[3]
Raut wajah sang Raja jelas tampak dikuasai dengan baik. Tak dapat sembarang mengekspresikan emosi berlebih, pasal sebagai pemimpin, Hayam Wuruk harus menjaga wibawa di mata rakyatnya.

Hati-hati, tiap kata diucapkan Bhatara Prabu dengan pasti, “Ihwal salah satu mahakaryamulah pertemuan ini didasarkan, Sungging.”

Ketika hendak menjelaskan, terlebih dahulu Ia berdeham untuk mengalihkan suasana.

“Lukisan." Gagasan utama telah dihidangkan dalam percakapan, "Lukisanmu."

"Seorang juita, dengan rupa elok tiada dua. Siapakah gerangan perempuan tersebut, Sungging? Kiranya kau dapat memberitahuku, akan ada imbalan yang setimpal untukmu,” cakap Hayam Wuruk meminta jawaban.

[4]
Mendengar jawaban jenaka yang dilontarkan tak elak membuat ekspresi Hayam Wuruk mengeras. Bukannya menghapus tanya, justru yang dilakukan sang pelukis adalah memanas-manasi. Tiada heran bahwa selanjutnya, Ia berujar penuh ketegasan.

“Tiada ingin kuketahui segala ocehanmu barusan, Sungging. Beritahu saja siapa namanya, dan putri dari kerajaan mana dia.”

[5]
Terdiam di tempatnya, terpikirkan akan fakta bahwa gadis yang menarik perhatiannya bahkan melalui lukisan tersebut merupakan putri mahkota dari kerajaan yang telah jauh memiliki garis kerjasama dengan Maja Pahit. Meski begitu, kerajaan Sunda adalah satu dari segelintir kerajaan yang belum berhasil Maja Pahit taklukan atas nama Nusantara. Mendapati latar belakang politik ini, kian membesarlah niat Hayam Wuruk untuk mempersunting sang dara, Dyah Pitaloka.

“Dyah Pitaloka.”

Ia mencoba merapal nama tersebut di lidahnya.

“Baiklah, kau boleh pergi, Sungging. Hadiah yang kujanjikan menunggu di luar.”