NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

Mentari kini menampakkan eksistensinya lagi setelah sang bulan tak penuh yang menjadi sumber penerangan selama semalaman kembali ke tempat peristirahtannya. Para insan penghuni Negeri Sakura, khususnya Sapporo, pun mulai beranjak dari ranjang dan bersiap ‘tuk menjalani hari baru. Minggu terakhir yang dinantikan seluruh mahasiswa Hakusenzai akhirnya sampai. Setelah selama satu tahun menerima materi dari berbagai dosen, kini mereka harus menghadapi ujian dan mendapatkan nilai memuaskan untuk membawa diri menuju semester selanjutnya dengan tenang tanpa harus mengulang mata kuliah yang sebelumnya.

Ialah Hirano Fumiko, si gadis kelahiran Kyoto yang saat ini masih enggan beranjak dari kursinya. Menopang wajah menggunakan kuasa kiri yang sikunya bertumpu pada datarnya meja belajar. Manik kembar menatap kosong ke arah deretan buku penunjang mata kuliahnya yang tersusun rapi di atas meja dengan pikiran melayang entah ke mana. Pesan yang dikirimkan oleh sang ayah beberapa hari lalu kini kembali terngiang-ngiang, mengusik pikiran yang tenang menjadi berantakan hingga membuat nona menarik sudut bibirnya ke atas dan tersenyum miris. Benar, ia tersenyum, namun senyum itu tampak memilukan.

Pusat atensi beralih pada penunjuk waktu yang bertengger di meja, ini masih sangat awal jika ia harus beranjak dari posisinya sekarang. Fumiko masih memiliki sembilan puluh menit sebelum ujiannya dimulai, puan masih sempat pergi ke kedai makanan terdekat dan sarapan di sana. Namun, ia terlihat sama sekali tak ada niat untuk mengisi perutnya pagi ini lantaran suasana hati yang sudah kepalang jelek. Rasanya ingin menangis jika mengingat ulang isi pesan dari seorang Hirano Daiki.

Gadis itu menggelengkan kepalanya cepat, berusaha mengumpulkan suasana hati yang baik meski telah berbentuk keping-keping. Ia tak bisa seperti ini ketika akan menghadapi ujian sebentar lagi. Cacing-cacing dalam perutnya sudah mulai berdemo, meminta asupan gizi yang menjadi hak mereka. Nona tak boleh melewati sarapannya atau penyakit maag sialan yang diidapnya itu akan menyerang tiba-tiba di waktu yang tidak tepat.

Kali ini si sulung Hirano berdiri, benar-benar beranjak dari kursi yang telah ia duduki selama tiga puluh menit sejak selesai membersihkan diri dan bersiap-siap untuk berangkat menuju kampus. Ia menyambar tas lalu membukanya lebih dulu, mengecek barang-barang bawaannya seperti biasa sebelum keluar dari kamar. Barang-barang wajib dan kotak pensil berisikan alat tulisnya berada di dalam sana, pun juga terdapat satu buah buku catatan kecil yang sangat berguna karena berisikan banyak rangkuman materi kuliahnya.

Senyum miris kembali terpatri pada paras sang puan, ia melirik ke arah cermin yang berada tak jauh darinya. Diperhatikan wajahnya sendiri, tampak seperti Hirano Fumiko biasanya meski dalam hati sebenarnya ia merasa rapuh dan ingin menangis sejadi-jadinya. “Tidak apa-apa, Fumiko. Ayo! Kau pasti bisa menyelesaikan ujian hari ini! Dapatkan nilai sempurna tanpa perlu pindah jurusan, oke? Tidak perlu, kau tidak perlu menuruti seluruh titah Hirano Daiki. Kau pemilik hidupmu, jalani hidup yang kau inginkan. Hidupmu milikmu, tak ada siapapun yang berhak merampas hak atas kehidupanmu, sekalipun itu ayah atau ibumu,” kata demi kata dilontarkan nona pada cermin. Sebuah pesan untuk diri sendiri agar berhenti menjadi sosok lemah yang tak bisa berdiri untuk haknya sendiri.

Setelah bermonolog dan memberikan sugesti pada dirinya hingga membuat nona menjadi lebih lega jua suasana hatinya kini lebih baik, Fumiko mulai melangkahkan kakinya menuju pintu untuk berangkat ke kampus. Tak lupa memakai sepatunya lebih dulu dan memukul-mukul kedua pipinya perlahan agar orang-orang tak dapat melihat kekusutan dari wajahnya. Ketika merasa diri sudah siap, nona mulai keluar dari kamar lantas mengunci pintunya. Ia akan menyelesaikan ujiannya dengan baik dan mendapatkan nilai sempurna.

Semangat, Hirano Fumiko!

Kedua tungkai mengambil langkah demi langkah hingga akhirnya berhasil membawa sang empu sampai di Universitas Hakusenzai. Lantaran belum sarapan, Fumiko berjalan menuju kantin lebih dulu sebelum nantinya ke ruang kelas untuk ujian. Ia perlu mengisi perut agar maagnya tidak akan mengganggu kelancaran harinya. Selain itu, sarapan juga dapat menolongnya untuk berpikir jernih ketika memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ia harus kerjakan nanti.

Fumiko melangkahkan kakinya menuju kantin, senyum dan sapaan ia berikan kala berpapasan dengan beberapa kenalannya. Bertingkah dan berlaku seperti biasa, kini ia sudah tumbuh menjadi gadis yang lebih kuat dari sebelumnya. Gerak tungkai dipercepat hingga akhirnya sang empu sampai di depan /counter/ makanan. Dengan segera nona memesan dua buah menu makanan dan satu minuman untuk sarapannya pagi ini. Tak perlu banyak-banyak, jika gadis itu kekenyangan yang ada ia akan mengantuk selama ujian.

ㅤㅤ “Arigatou gozaimasu,” tutur teruni setelah membayar dan menerima pesanannya. Lantas ia berjalan menuju salah satu meja kantin yang kosong, berencana untuk menyendiri agar ia dapat sarapan sekaligus mengulang materi ujiannya lagi. Fumiko harus mendapatkan nilai sempurna, ia perlu menunjukkan pada kedua orang tuanya jika Astronomi adalah jurusan yang paling sesuai untuknya. Hanya nilai sempurna yang dapat menjadi pembuktian diri bagi nona Hirano agar ayah dan ibu berhenti mengusik hidupnya.

Diletakkan nampan berisi makanannya di atas meja, nona pun kemudian duduk di atas bangku dan mulai menyibukkan diri. Ia masih punya enam puluh menit untuk menyantap habis sarapannya dan mengulang beberapa materi. Kuasa membuka tas dan meraih buku catatan kecil yang berada di dalam sana. Fumiko mulai menyuapkan makanan ke dalam mulut sembari membaca rangkuman materi yang ada pada buku catatannya. Sesekali menganggukkan kepala ketika merasa sudah sangat paham dengan apa yang ia baca.

Tak membutuhkan waktu yang lama untuk si sulung Hirano menyelesaikan sarapannya. Kini /chicken katsu/ dan /salad/ yang dipesannya sudah disantap habis. Ia jua tak lupa ‘tuk menenguk teh ocha hangat hingga gelasnya menjadi kosong tak berisi. Helaan napas lega lolos dari rongga hidung, senyum lebar pun tercipta bersamaan dengan suasana hati yang kini menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Mengisi perut memang salah satu cara terbaik menaikkan /mood/.

Kuasa meraih buku catatan dan membukanya. Nona membaca ulang materi yang masih sedikit kurang ia pahami, tampak serius dalam kegiatan belajarnya meski ini sudah memasuki detik-detik menuju ujian dimulai. Setelah merasa menguasai seluruh materi untuk ujian pagi ini, buku catatan kembali dimasukkan ke dalam tas. Sang puan memakai tasnya dan memegang nampan bekas sarapannya dengan kedua tangan, lantas beranjak dari bangku dan mulai berjalan menuju tempat meletakkan nampan kantin.

Usai mengembalikan nampan pada tempatnya, Fumiko melangkahkan kaki meninggalkan kangin dan berjalan menuju ruang kelas yang akan menjadi tempat ujiannya hari ini. Tak lagi memikirkan perihal materi jika waktunya sudah seperti ini, merehatkan pikiran sesaat cukup penting sebelum membuatnya bekerja keras nanti ketika sudah mendapatkan lembar soal.

Kaki menghentikan kegiatannya sesaat. Sang empu merogoh ponsel dan /earphone/ dari dalam tas lalu menghubungkan keduanya dengan mencolok ujung /earphone/ pada lubang yang berada di sisi bawah gawai. Dipakainya kedua /earphone/ di telinga dan jemari mulai menari di atas layar ‘tuk memutar musik. Perjalanan yang sempat terhenti pun dilanjutkan sembari melantunkan lirik-lirik lagu yang didengar. Bersantai selama lima belas menit ke depan sebelum mendapatkan soal ujian.

Akhirnya nona sampai di tujuan. Dengan segera gadis itu masuk ke dalam ruangan dan mengedarkan pandang, mencari salah satu kursi yang belum terisi. Kala sudah menemukan tempat yang menurutnya cocok, ia berjalan menuju kursi dan duduk di sana. Bermain gawai menjadi pilihan Fumiko selanjutnya guna membunuh kebosanan saat menunggu pengawas ujian masuk ke dalam ruangan.

Beberapa menit kemudian, seluruh mahasiswa mulai duduk rapi di kursi masing-masing. Seseorang di belakang menepuk bahu nona yang masih memakai /earphone/, menyadarkan sang kawan jika ujian akan segera dimulai. Fumiko segera menghentikan fitur pemutar musik ponselnya dan melepas /earphone/. Memasukkan kedua benda itu ke dalam tas kemudian mengalihkan pandang ke depan ‘tuk memerhatikan si pengawas sesaat. Seorang pria paruh baya yang sudah tak asing lagi untuk para mahasiswa jurusan Astronomi.

Kotak pensil dikeluarkan dari dalam tas dan diletakkan di atas meja, nona membukanya dan mengambil beberapa alat tulis seraya menyimak dosen pengawas di depan sana yang menyapa para mahasiswa. Beliau memberitahu peraturan-peraturan yang berlaku selama ujian berlangsung. Sebenarnya Fumiko dan seluruh temannya sudah tahu, namun mereka tetap menyimak dan merespon ucapan-ucapan sang dosen ketika beliau meminta respons.

Setelah usai dengan /intermezzo/ pembuka, kini lembar-lembar soal mulai dibagikan. Si sulung Hirano menarik lalu menghela napasnya, menetralkan pikiran dan hati yang mulai kalut setiap kali ujian akan dihadapi. Dalam hati pun berdoa, ia sangat berharap hasil yang didapatkannya nanti sangat memuaskan sehingga ia bisa menggunakan hal itu sebagai pembuktian diri. Kedua orang tua nona, khususnya sang ayah, sangat menentang putri sulung mereka dalam mengambil jurusan selain jurusan Kedokteran. Kerapkali ia ditanya apa yang ingin ia lakukan di masa depan dengan mengambil jurusannya saat ini. Tentu saja gadis itu menjawab ia ingin bekerja di NASA dengan sangat percaya diri. Kata mereka, bermimpilah setinggi mungkin—walau untuk bekerja di NASA sendiri terlalu tinggi.

Kuasa menerima lembar soal dan jawaban yang diberikan oleh kawan di depannya, mengambil masing-masing satu lembar lalu memberikan yang lain pada mahasiswa yang duduk di belakang. Seisi kelas belum diperbolehkan membuka dan membaca soal ujian jika masih ada salah satu teman yang belum mendapatkan miliknya. Pun akhirnya setelah memastikan seluruh mahasiswa memegang lembar soal dan jawaban mereka masing-masing, pengawas mempersilakan peserta ujian ‘tuk membuka lembar soal mereka. Beliau jua mengingatkan para mahasiswa untuk tidak lupa mengisi kolom identitas lembar jawaban.

Sebelum mengisi identitas pada lembar jawaban atau membuka lembar soalnya, nona Hirano menyatukan kedua tangannya dan memejamkam kedua mata—tampak seperti tengah berdoa. Dalam hati berharap jika ia dapat mengerjakan setiap butir soal dengan baik dan lancar tanpa adanya jawaban yang meleset atau perhitungan yang salah. Nilai ujian ini akan menjadi senjata sekaligus tameng untuk sang empu menghadapi pendirian kedua orang tuanya yang sangat tidak pengertian. Memberikan bukti pada mereka bahwa teruni dapat memilih jalan hidupnya sendiri, ia tak mau sang ayah dan ibu kembali merampas hak atas kehidupannya.

Usai berdoa, Fumiko membuka kedua matanya dan kuasa kanan dititah memegang bolpoin, sementara yang kiri mulai bergerak ‘tuk membuka lembar soal. Hal pertama yang dilakukan oleh gadis itu ialah menuliskan namanya pada lembar jawaban, tak lupa menuliskan nomor induk mahasiswa serta tanggal diadakannya ujian hari ini. Mengisi kolom pada identitas lembar jawaban satu per satu dengan saksama guna menghindari kesalahan. Disaat-saat seperti inilah sifat perfeksionis nona muncul, memastikan diri selalu berada di posisi yang tepat.

Helaan napas berat dihembuskan tepat setelah seluruh bagian identitas terisi, saatnya mulai berperang. Dikarenakan para mahasiswa diizinkan untuk mencoret-coret lembar soal untuk menghitung, mereka tak diberikan kertas lain yang dapat digunakan sebagai lembar coretan. Atensi dialihkan pada pertanyaan pertama, ia membaca dengan perlahan agar tak melewatkan sepatah kata pun. Tendas mengangguk untuk beberapa kali, mulai mengeksplor isi memori dalam otaknya ‘tuk mencari jawaban atas soal pertama.

Pertanyaan-pertanyaan pada bagian awal masih berupa soal yang mengetes kemampuan mengingat, menghafal, dan pemahaman para mahasiswa mengenai materi yang telah dipelajari. Belum adanya pertanyaan yang meminta perhitungan membuat lembar soal Fumiko masih tampak bersih tanpa noda sekecil apapun.

Seiring berjalannya waktu, butir demi butir soal mulai terjawab, membuat lembar jawaban sang puan kini mulai terisi. Sedikit banyak dalam hati mengucapkan terima kasih pada kedua orang tuanya yang telah memberikan gen terbaik mengalir dalam tubuh si sulung Hirano. Pun jua selama kurang lebih delapan belas tahun mendidiknya—walau dengan cara yang sangat memaksa—menjadikan teruni seorang gadis yang dapat dengan mudah memahami suatu hal dan mengingatnya dalam jangka waktu yang lama. Kedua hal itu sangat menolong saat ia mengisi dan menjawab berbagai macam soal. Tak dapat dipungkiri, kecerdasannya berasal dari gen yang mereka turunkan.

Nona Hirano terlihat sangat tenang dalam menjawab soal-soal ujian yang dibaca. Kini ia mulai memasuki bagian pertanyaan yang mengharuskannya menggunakan rumus dan mencari jawaban dengan cara hitung-menghitung. Tangannya mulai sibuk menggerakkan ujung bolpoin dan meninggalkan tinta berbentuk banyak rumus dan angka pada lembar soal, hasil coretannya tampak berantakan dan sangat tak teratur. Ia menggigit bibir bawahnya perlahan kala berpikir mengenai rumus mana yang harus ia gunakan untuk mencari jawaban dari pertanyaan. Adanya terlalu banyak rumus yang dipelajari kadang menjebaknya dan terpeleset, ia harus menghindari kemungkinan-kemungkinan jelek seperti itu.

ㅤㅤ”Oh!” celetuknya pelan saat menemukan rumus atau cara menghitung yang sesuai. Buru-buru tangan melanjutkan coretan hingga akhirnya hasil pun didapatkan. Dipandangnya pilihan jawaban yang ada pada lembar soal, senyum cerita disunggingkan begitu menemukan pilihan jawaban yang sama dengan hasil yang didapatnya. Dengan segera nona mengisi lembar jawabannya dan meneruskan ke soal berikutnya.

Disela-sela kesibukannya dalam menjawab soal ujian, Fumiko menyempatkan diri melirik ke arah jam tangan berwarna putih yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya, mengetahui pukul berapa saat ini dan menghitung berapa banyak waktu yang masih ia miliki untuk menjawab pertanyaan yang belum tersentuh. “Masih banyak waktu. Santai, santai,” bergumam untuk menenangkan dan meyakinkan diri jika ia dapat menyelesaikan semuanya tepat waktu. Tak perlu terburu-buru. Mengerjakan ujian dengan perlahan dengan hasil memuaskan akan sangat lebih baik daripada mencari jawaban cepat-cepat namun hasilnya melesat.

Satu soal.
Dua soal.
Tiga soal.
Sepuluh soal.
Dua puluh soal.

Lembar jawaban Fumiko kini hampir terisi penuh, ia hanya perlu mencari jawaban dari sekitar tujuh pertanyaan lagi. Kuasa meletakkan bolpoin di atas meja, lalu menggerak-gerakkan kedua tangan agar lemas dan otot-otot tak menegang. Beristirahat sebentar sebelum kembali melanjutkan pekerjaan sangat diperlukan, hal ini demi menghindari stress atau beban pikiran yang barangkali dapat menyerang. Sejauh yang ia tahu, berpikir adalah salah satu pekerjaan yang cukup berat. Maka dari itu merehatkan pikiran sejenak sangat dianjurkan, lagipula ia masih memiliki waktu yang cukup sekali untuk melanjutkan mencari tujuh jawaban lagi.

Nona menghela napasnya berat bersamaan dengan kuasa yang kembali memegang bolpoin. Setelah beristirahat selama hampir lima menit, ini waktunya ia melanjutkan pekerjaannya. Diliriknya lagi jam tangan untuk mengetahui sisa waktu, namun di saat itu juga dosen pengawas memberi peringatan jika para mahasiswa hanya memiliki sisa tiga puluh menit untuk menyelesaikan ujian mereka. Tak membutuhkan waktu yang lama untuk nona Hirano mendapatkan jawaban satu per satu sisa soal, kini lembar jawabannya pun telah terisi seluruhnya.

Belum ingin mengumpulkan jawaban—meski beberapa teman sekelasnya telah maju dan memberikan lembar jawaban mereka pada dosen pengawas, Fumiko memilih ‘tuk mengecek kembali jawabannya. Memastikan jika seluruh hasil yang ia dapat benar-benar sesuai, menghindari kesalahan sekecil apapun demi nilai sempurna. “Oke, oke, oke,” katanya dengan volume suara rendah ketika mengecek ulang jawabannya. Dari total lima puluh butir soal yang baru saja ia kerjakan, sejelek-jeleknya semoga hanya ada satu atau dua jawaban yang salah. Hasil ujian ini menentukan harga dirinya di depan kedua orang tuanya nanti.

ㅤㅤ”Pssst! Fumi-chan!” si pemilik nama yang merasa terpanggil menolehkan kepalanya, mengalihkan pandangan pada gadis yang kerap disapa Keiko itu disertai dengan dahi yang mengerut—menanyakan apa alasannya memanggil nona. Keiko pun mengangkat lembar soal dan jawabannya bersamaan, bermaksud menanyakan apakah si sulung Hirano telah selesai dengan pekerjaannya atau belum. Ia hendak mengajak sang kawan mengumpulkan jawaban mereka dan keluar dari ruangan bersama-sama. Tipe gadis-gadis seperti pada umumnya, tak mau berjalan sendirian alias harus ada yang menemani.

Fumiko terkekeh melihat aksi temannya lantas mengangkat lembar soal dan jawabannya, ia menganggukkan kepalanya cepat seolah memberi kode bahwa pekerjaannya jua telah usai. Kedua gadis itu pun tampak sibuk membereskan peralatan tulis merek dan memasukkan seluruh barang ke dalam tas. Setelahnya Keiko beranjak dari kursinya lebih dulu, menghampiri sang kawan yang duduk lebih depan darinya. Nona Hirano menggantungkan tali tasnya di atas bahu lalu beranjak dari kursi. Ia berjalan bersama Keiko menuju meja dosen di depan kelas lalu mengumpulkan lembar jawaban mereka.

Demi menjaga kesopanan, Fumiko membungkukkan badan ke arah sang dosen pengawas dan mengucapkan terima kasih setelah memberikan lembar jawaban ujiannya pada beliau. Melihat aksi sang kawan, Keiko tak mau tinggal diam, ia pun melakukan hal yang sama. Setelah itu, mereka berdua berlalu dari hadapan pria paruh baya yang berstatus sebagai dosen mereka. Melangkahkan kaki beriringan meninggalkan ruang ujian.

Keiko mengaitkan lengannya dengan milik nona Hirano, bertingkah manja memanglah sifat gadis itu. “Fumi-chan mau ke mana setelah ini? Ayo ke kantin!” ajaknya pada sang kawan. Yang diberi pertanyaan melirik ke arah temannya dan menggelengkan kepala perlahan, merasa sedikit heran dengan tingkah puan yang sangat manja tak hilang-hilang. Tak enak hati untuk menolak, akhirnya ia menggukkan kepalanya, “iya, ayo!”

Kedua gadis itu berjalan meninggalkan gedung jurusan Astronomi untuk pergi ke kantin kampus. Sembari melangkahkan kaki, mereka membahas bagaimana dan seperti apa soal ujian yang mereka kerjakan tadi. Dari air wajahnya saat ini, Keiko terlihat agak frustasi. “Fumi-chan pasti tadi lancar, ya? Aku mendapatkan banyak sekali hasil yang salah. Ah, sepertinya ujian kali ini aku akan mendapatkan nilai lulus bersyarat lagi,” puan mengeluh kemudian merengek karena kesal. Nona Hirano menggelengkan kepala cepat seraya menepuk bahu sang kawan perlahan, “jangan pesimis seperti itu, dong, Kei-chan. Mungkin kau sempat menemukan hasil yang salah karena adanya eror sata menghitung, tapi akhirnya kau dapat jawaban yang sesuai, kan?”

Tak terasa, sampailah kedua mahasiswi Astronomi yang baru saja menyelesaikan ujian mereka sampai di kantin kampus. Fumiko mengajak sang kawan untuk berdiskusi mengenai jawaban-jawaban yang mereka dapat sembari menyantap makan siang mereka. Dengan lembar soal yang masih mereka pegang, bukankah mudah untuk berdiskusi?

Sebelum mengisi salah satu meja kantin yang kosong, si sulung Hirano dan kawannya menghampiri /counter/ makanan lebih dulu untuk mengambil santapan siang mereka, tak lupa dengan segelas minuman yang tak lain adalah teh ocha. “Arigatou gozaimasu,” ujar nona sopan setelah menerima nampannya terisi dengan banyak makanan. Senyum lebar ia sunggingkan pada pegawai kantin lalu berjalan menuju meja yang terletak di sudut kantin bersama sang kawan.

Fumiko meletakkan nampan makan siangnya di atas meja lalu mendudukkan diri pada bangku yang tersedia dan melepaskan tasnya. Diperhatikan Keiko yang duduk berhadapan dengannya sibuk mencari lembar soal ujian miliknya, kekehan halus pun lolos dari labium si sulung Hirano kala melihat tingkah temannya seolah tak sabar untuk berdiskusi. Ia pun membuka tasnya dan merogoh lembar soal dari dalam sana. Mengeluarkan kertasnya dan menunjukkan pada nona di hadapan, “ini punyaku, coba kalau punyamu belum ketemu, lihat saja ini.”

Kuasa sang kawan meraih dan menerima lembar soal miliknya, gadis itu pun kemudian tampak sibuk membaca pertanyaan demi pertanyaan. Sementara Fumiko sendiri sudah mulai menyantap makan siangnya, ia telah membuat otaknya bekerja sangat keras saat ujian tadi, maka saat ini ia harus makan yang banyak agar otaknya mendapat asupan gizi yang cukup. Sebenarnya ini alasan saja, bahkan tanpa adanya ujian atau pekerjaan lain pun ia akan dengan sangat senang hati menyantap apapun yang dapat dimakan. Hobi makannya akan selalu berada di dalam tubuh nona.
     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.