Notes

Begitu baik ia melakukan, mulai pergerakan lembut sampai berusaha mengontrol diri saat Frederik yakin; dirinya telah menekan sedalam itu. “Mmh— Nak Laut.” Panggilnya dengan kepala yang kembali tersandar, ditatapnya luar jendela seakan memastikan bahwasanya tidak ada satupun orang mencurigai kendaraan yang 'tak kunjung mengambil pergerakan ini. Berapa lama mereka berdiam dalam parkiran? mesin menyala pula. “Saya penasaran, kenapa kamu mau kabulkan permintaan saya. Bukan karena enggak ada jalan keluar 'kan? sebab memang saya gak bakal kasih kamu pergi walaupun penolakan yang saya dapat, sih.” Jemari kini bertautan. Hangat, dapat ia rasa perbedaan ukuran antar keduanya. Siapa peduli hanya dapat memiliki dalam mimpi, menjaga dari balik bayangan dan mendekapnya dalam khayalan. Biru Laut terlalu indah untuk menjadi kenyataan, apa kurangnya dia? “Tapi saya mau dengar.” Berat mulai nafas ia rasa, telapak kaki kanan bergerak menghentak pijakan dengan tempo cepat; sudah menjadi kebiasaannya. Seakan tengah didesak sesuatu, entah apa. “Tahan sedikit.” Rintih Frederik samar, tangan satunya kembali bekerja menekan kepala sang pemuda lebih. Bedanya kali ini 'tak langsung dilepaskan. Percaya tidak, ia hampir mencapai puncaknya? sekian menit baru mereka lalui, darimana pemicu ini datang? mungkin dari sorot mata penuh penghayatan itu, begitu dalam sampai ia tidak kuasa berlama-lama disana. Setidaknya untuk saat ini, maka polosnya atap mobil lah masih setia menjadi pelarian. “Katakan sesuatu, Nak Laut.” Gila? iya, sedikit. Ia ingin dengar lebih banyak, suara sosok yang tengah kesusahan, saat belah bibir itu tersumpal penuh karenanya.