Notes

SariAgri - Alpukat adalah salah satu jenis buah yang populer di seluruh dunia karena cita rasa dan nilai gizinya. Akan tetapi belakangan ini budi daya alpukat secara intensif menuai kontroversi seiring dengan terus meningkatnya konsumsi alpukat dunia.
Selain membutuhkan banyak air untuk tumbuh, kebun alpukat dianggap mengganggu keanekaragaman hayati.
Sebuah kampanye iklan membagikan alpukat organik di depan gedung parlemen Belanda pekan lalu, digelar untuk menyoroti dampak lingkungan dari buah populer ini.
“Secara umum diketahui bahwa peningkatan konsumsi alpukat yang eksplosif menyebabkan kekurangan air di negara asalnya,” kata Volkert Engelsman, CEO Eosta, spesialis organik Belanda dalam kampanye tersebut, seperti dikutip euronews.com.
Eosta adalah perusahaan multinasional yang berpusat di Belanda, bergerak di bidang makanan organik. Perusahaan ini bergerak di bidang impor, ekspor dan distribusi buah-buahan dan sayuran organik segar.
Kekhawatiran tentang dampak tanaman alpukat bagi planet bumi telah menjadi topik perdebatan sejak buah pertama kali menjadi trendi. Penanaman secara oganik dinilai dapat membantu menyelesaikan kontroversi budidaya "emas hijau" tersebut.
Seperti beberapa bahan makanan populer lainnya termasuk pisang, alpukat sering kali ditanam secara monokultur. Ini berarti banyak tanaman yang sama ditanam di daerah yang tidak memiliki banyak keanekaragaman hayati. Kondisi ini dapat membuat mereka sangat rentan terhadap hama atau penyakit dan meningkatkan jumlah pestisida yang dibutuhkan untuk melindungi tanaman.
Saat terjadi hujan lebat, limpasan bahan kimia dari pestisida ini berpotensi mencemari lingkungan alam di sekitar tanaman. Limpasan bahan kimia juga bisa berbahaya bagi hewan penyerbuk yang diandalkan untuk menghasilkan buah dan sayuran.
Pertanian organik tidak menggunakan bahan kimia pertanian berbahaya seperti pestisida atau pupuk serta tidak mengeluarkan CO2 yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan.
Eosta mengklaim bahwa tanah pertanian mereka juga mengandung lebih banyak karbon organik, yang bisa berfungsi seperti spons dalam menahan air. Perusahaan ini mengaku dapat menghemat hingga 40 persen lebih banyak air dibandingkan dengan metode penanaman tradisional.
Setelah menjual hampir 3,5 juta kilo alpukat organik tahun lalu, mereka mengklaim telah menghemat air setara dengan 126 kolam renang ukuran olimpiade dan hampir 300 ton emisi CO2 dibandingkan dengan petani tradisional.
Sementara pasar alpukat global mencapai 12,824 miliar dolar AS pada 2019, dan diperkirakan akan tumbuh rata-rata per tahun (CAGR) 5,72% menjadi 17,905 miliar dolar AS pada tahun 2025.
Hortikultura Video terkait:
Website: http://y4yy.com/index.php?qa=user&qa_1=liongoose4