Notes

Pikiranku masih berkelana; mereka ulang kejadian saat aku dan adikku bertengkar hebat— tidak, lebih tepatnya pada perasaan adikku yang baru saja aku ketahui. Aku sama sekali tidak berpikir bahwa adikku menyembunyikan perasaan tertekan—sama sepertiku.

"… dek?"

"Ah— kakak."

Akibat sibuk dengan pemikiran sendiri, aku tidak sadar jika kaki berbuat seenaknya; membawa raga menuju tempat yang salah.

Kenapa... kamar kakak yang aku pilih tanpa sadar?

“Kamu tampak tidak baik-baik saja.” Kakak berbicara padaku, matanya menatap lurus padaku. Kakak memang selalu menunjukkan raut datar, minim ekspresi; kontras sekali denganku yang begitu ekspresif. Tapi sekarang bisa aku lihat perubahan ekspresi pada wajah kakak, meski hanya sedikit. Kakak menunjukkan bahwa dia khawatir denganku.

"Kak..." Aku berujar lirih, sembari mendekatkan diri pada kakak. Dahi kutempelkan pada bahu tegap kakakku. "... aku capek."

Kakak memelukku, sembari tangannya mengusap puncak kepalaku. "Istirahat kalau begitu."

Kakak memang tampak dingin jika dinilai dari wajah, namun sikapnya begitu hangat.
Aku menutup mata, sudut bibirku terangkat naik. Afeksi kecil yang manis, mampu membuat pikiranku tenang.