Notes
Notes - notes.io |
Eminisme lahir awal abad ke 20, yang dipelopori oleh Virginia Woolf dalam bukunya yang berjudul A Room of One’s Own (1929). Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.
Teori feminis sebagai alat kaum wanita untuk memperjuangkan hak-haknya, erat berkaitan dengan konflik kelas ras, khususnya konflik gender. Dalam teori sastra kontemporer, feminis merupakan gerakan perempuan yang terjadi hampir di seluruh dunia. Gerakan ini dipicu oleh adanya kesadaran bahwa hak-hak kaum perempuan sama dengan kaum laki-laki.
Apabila dilihat dari sisi kesusastraan, karya sastra kerap kali menunjukkan hegemoni laki-laki terhadap perempuan dan bahwa perempuan adalah objek erotik laki-laki. ”Dalam sastra Jawa kuna, terutama dalam wiracarita dan kakawin tampak jelas bahwa pencitraan perempuan cenderung sebagai sosok pujaan. Perempuan adalah figur yang patut diperebutkan oleh laki-laki, terutama karena kecantikan dan kebolehannya. Poin pentingnya: perempuan harus setia kepada laki-laki (Endraswara: 2011: 144).
Jadi, teori feminis merupakan alat bagi kaum wanita untuk memperjuangkan hak haknya demi memperoleh kesetaraan kedudukan dengan pria dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi. Apabila dikaitkan dengan penelitian sastra, maka feminisme sastra adalah kajian sastra dengan pendekatan teori feminis. Dalam melakukan penelitian dengan pendekatan ini, sudut pandang yang seharusnya digunakan peneliti adalah reading as women atau membaca sebagai wanita, agar tumbuh kesadaran bahwa perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi pemaknaan cipta sastra.
B. ISI
Sejarah Lahirnya Teori Feminisme Sastra
Feminisme lahir pada awal abad ke 20 yang dipelopori oleh Virginia Woolf dalam bukunya yang berjudul A Room for One’s Own (1929). Paham ini mengalami perkembangan yang pesat pada tahun 1960an yaitu sebagai salah satu aspek teori kebudayaan kontemporer dengan model analisis yang mencakup bidang sosial, politik, dan ekonomi. Menurut A Teeuw gerakan feminisme di dunia Barat dipicu oleh beberapa faktor (Ratna: 2004: 183, 184), yaitu:
1. Berkembangnya teknik kontrasepsi, yang memungkinkan perempuan melepaskan diri dari kekuasaan laki-laki.
2. Radikalisasi politik, khususnya sebagai akibat perang Vietnam.
3. Lahirnya gerakan pembebasan dan ikatan ikatan tradisional, misalnya ikatan gereja, ikatan kulit hitam Amerika, ikatan mahasiswa, dan sebagainya.
4. Sekularisasi, menurunnya wibawa agama dalam segala bidang kehidupan.
5. Perkembangan pendidikan yang secara khusus dinikmati oleh perempuan.
6. Reaksi terhadap pendekatan sastra yang mengasingkan karya dari struktur sosial, seperti Kritik Baru dan strukturalisme.
7. Ketidakpuasan terhadap teori dan praktik ideologi Marxis orthodoks.
Di Indonesia, emansipasi mulai diperhatikan sejak repelita III, ditandai dengan pengangkatan Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. Secara akademis ditandai dengan dibukanya Program Studi Kajian Wanita di Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia. Dalam sastra, sudah diperhatikan sejak tahun 1920an, ditandai dengan hadirnya novel novel Balai Pustaka, dengan mengemukakan masalah masalah kawin paksa, yang kemudian dilanjutkan pada periode 1930an yang diawali dengan Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Alisjahbana dengan tidak melupakan jasa jasa kepeloporan R.A. Kartini.
2. Tokoh-tokoh Feminis
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa feminisme muncul karena adanya tuntutan persamaan hak antara pria dan wanita. Feminisme tidak begitu lahir begitu saja, ada beberapa tokoh-tokoh yang melatarbelakangi munculnya teori feminisme. Maka, berikut ini akan dibicarakan beberapa tokoh penting feminis, seperti: Luce Irigaray, Julia Kristeva, Helene Cixous dan Dona Haraway.
Menurut Salden(1986: 130-131), ada lima masalah yang biasa muncul dalam kaitannya dengan teori feminis, yaitu a) masalah biologis, b) pengalaman, c) wacana, d) ketaksadaran, dan e) masalah sosioekonomi. Perdebatan terpentinag dalam teori feminis timbul sebagai akibat masalah wacana sebab perempuan sesungguhnya termarginalisasikan melalui wacana yang dikuasaioleh laki-laki. Pada dasarnya teori feminis dibawa ke Indonesia oleh A. Teeuw. Kenyataan ini pun sekaligus membuktikan bahwa teori-teori Barat dapat dimanfaatkan untuk menganalisis sastra Indonesia, dengan catatan bahwa teori adalah alat, bukan tujuan.
Kritik sastra bukan berarti kritik tentang perempuan atau pengkritik perempuan. Kritik sastra feminism adalah pengkritikan terhadap karya sastra, yang mana pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya sastra dan kehidupan. Jenis kelamin inilah yang membuat perbedaan di antara semuanya yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan pada faktor luar yang mempengaruhi situasi karang-mengarang. Kritik sastra feminisme adalah alasan yang kuat untuk menyatukan pendirian bahwa seorang perempuan dapat membaca sebagai perempuan, mengarang sebagai perempuan, dan menafsirkan karya sastra sebagai perempuan.
Kritik sastra feminism yang diartikan membaca sebagai perempuan berpandangan bahwa kritik ini tidak mencari model konseptual tunggal, tetapi sebaliknya menjadi faktor dalam teori dan praktiknya, menggunakan kebebasan dalam metodologi dan pendekatan yang dapat membantu perluasan kritiknya. Cara ini berpijak dari sudut pandang yang mampu dan mempertahankannya secara konsisten kesadran pembaca bahwa ada perbedaan jenis kelamin yang mempengaruhi dunia sastra. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sastra sebagai produk ilustrasi seluruh kehidupan sosial. Misalnya novel yang dapat dianggap sebagai struktur dan proses budaya. Secara leksikal, feminisme diartikan sebagai gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki.
Ratna dalam Yasa, (2006: 184 juga menyatakan bahwa feminisme dikaitkan dengan cara-cara memahami karya sastra, baik dalam kaitannya dengan proses reproduksi maupun resepsi. Oleh karena itu, feminitas adalah pengertian psikologis kultural, seseorang tidak dilahirkan “sebagai” perempuan melainkan “menjadi” perempuan. Jadi kesimpulannya, yang ditolak oleh kelompok feminis adalah anggapan bahwa perempuan merupakan konstruksi negatif, perempuan sebagai makhluk takluk, perempuan yang terjerat ke dalam dikotomi sentral marginal, superior inferior. Kritik feminism berupaya untuk mengungkap kesalahan-kesalahan berpikir manusia tentang perempuan.
C. PENUTUP
Feminisme lahir karena perempuan sudah lelah untuk dinomorduakan dalam segala hal. Hal ini secara tradisional disebut emansipasi wanita, dimana perempuan menuntut hak yang setara dalam bidang politik, intelektual, kebudayaan bahkan dalam kesusastraan. Sebagai karya sastra, feminisme dimulai sejak Balai Pustaka dilanjutkan pada periode Pujangga Baru seperti dalam karya Sutan Takdir Alisjahbana melalui novel Layar Terkembang.
Feminisme memusatkan perhatiannya pada kaum perempuan dengan cara membangun teori yang dianggap mampu untuk meredam dominasi laki-laki yang yang sangat kuat. Irigaray (bahasa perempuan), Kristeva (semanalysis), Cixous (praktik menulis feminin) dan Haraway (cyborg) dengan minat masing-masing sangat memberikan sumbangan yang berarti dalam menopang perjuangan kaum perempuan.
Analisis dalam kajian feminisme juga hendaknya mampu mengungkap aspek-aspek ketindasan wanita atas diri pria. Isu feminis selalu dikaitkan dengan isu persamaan hak dan kesetaraan gender. Dan melalui feminisme perempuan mampu menunjukkan ke’aku’annya. perempuan bukan lagi sebagai makhluk lemah dan makhluk imaginer yang selama ini ada dalam benak para lelaki. Namun perempuan juga mampu berkarya dan produktif sama dengan laki-laki.
Daftar Pustaka
https://rabithahsarisiregar.wordpress.com/2012/12/18/feminisme-dalam-sastra/
https://bambangdssmagasolo.blogspot.com/2010/05/aliran-feminisme-dalam-sastra.html
https://www.kompasiana.com/ulfarahmatania/5520f121a333115b4a46cdef/teori-feminisme-dalam-penelitian-sastra
Kutha Ratna, Nyoman. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar
Sardjon, Asmowati, dkk. 2008. Estetika Sastra, Seni, dan Budaya. Fakultas Bahasa & Seni Universitas Negeri Jakarta
http://digilib.unila.ac.id/14185/19/II.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/2129/3/Bab%202.pdf
|
Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...
With notes.io;
- * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
- * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
- * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
- * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
- * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.
Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.
Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!
Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )
Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.
You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;
Email: [email protected]
Twitter: http://twitter.com/notesio
Instagram: http://instagram.com/notes.io
Facebook: http://facebook.com/notesio
Regards;
Notes.io Team