NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

ㅤㅤDeras alur keramaian di tempat itu tak menghalangi mereka untuk menemukan jalan masuk dan tempat duduk. Seperti belut, sang pemimpin jalan berhasil membimbing sosok yang bersamanya masuk ke dalam tempat makan dan bersantai itu.

ㅤㅤ"Tidak ada kesempatan lagi," katanya sambil menggenggam tanganku. Anehnya, aku mengikuti saja apa yang dia inginkan. Aku beranggapan tak apalah, ini mungkin jadi yang terakhir kali kami berurusan secara langsung dan dekat seperti ini.

ㅤㅤLim Hyungseok membawaku ke café tempat kami pertama kalu bertemu. Saat itu aku masih belum menyadari keberadaannya, tapi dia sudah menyadari keberadaanku. Semua karena aku adalah buah bibir para senior, kata Hyungseok. Mereka bilang wajahku sama sekali tidak ramah dan mustahil untuk bisa lolos seleksi. Tapi nyatanya tidak. Aku bahkan dioper ke sana ke sini karena mendapatkan tanggung jawab berlipat secara berkala.

ㅤㅤBoleh, 'kan, aku bangga?

ㅤㅤKami menempati tempat duduk di pojok ruangan yang tersisa. Keberuntungan berpihak pada kami. Saat kami masuk, orang yang menempati tempat itu sebelumnya beranjak pergi. Telah selesai menghabiskan waktu mereka di sana.

ㅤㅤ"Tolong bersihkan meja ini," kata Hyungseok. Salah satu telunjuknya terarah pada meja, sementara fokusnya terletal pada sosok waiter café. Si waiter mengangguk patuh dan undur diri. Mungkin untuk menyiapkan alat bersih-bersih meja.

ㅤㅤAku duduk menghadap ke tembok dan Hyungseok duduk ke arah pintu. Dia tidak langsung mengutarakan niatannya membawaku kemari. Pandangannya seperti berkelana lebih dulu ke sekeliling café, baru diarahkan kepadaku.

ㅤㅤ"Kau mau pesan apa?"

ㅤㅤ"Jasmine tea," aku menjawab singkat. Saat ini bisa kurasakan aku jauh lebih tenang ketimbang Hyungseok. Matanya jelas sedang tidak bisa menetap kepadaku saja.

ㅤㅤ"Hyungseok-ssi?"

ㅤㅤPria itu mengalihkan seluruh atensinya padaku. Tak lagi membiarkan matanya beradu pandang dengan berpasang-pasang mata lain di café itu.

ㅤㅤ"Tenanglah. Apa kau sedang buru-buru?" tanyaku.

ㅤㅤSepertinya dia bisa mengetahui kalau aku sadar akan kegugupannya. Kami memang sudah jarang bicara semenjak Hyungseok tahu kalau aku dekat dengan seseorang. Hyungseok melihat aku mempublikasikan fotonya saat itu. Di mana aku menolak pergi bersamanya—dan juga teman-teman kerjaku yang lain—lalu malah berakhir dengan pria yang fotonya dilihat oleh Hyungseok. Harus kuakui, malam itu adalah malam paling indah yang kulalui. Aku sama sekali tidak menyesali kecanggungan antara diriku dengan Hyungseok jika memang penyebabnya adalah peristiwa itu. Tetapi ... aneh jika saat ini Hyungseok mengajakku pergi berdua dan malah memperlihatkan sikap gugupnya.

ㅤㅤ"Tidak. Aku tidak terburu-buru," katanya. Ia lalu menghela napas. "Maaf," Hyungseok melanjutkan. Permintaan maaf yang sesungguhnya tak bisa kuketahui dilandasu rasa bersalah akan apa.

ㅤㅤAku menaikkan sebelah alisku, meminta penjelasan lebih lanjut.

ㅤㅤ"Kau kelihatan sangat cantik hari ini. Aku tidak bisa...,"

ㅤㅤUcapannya terputus seketika. Kedatangan waiter café bersama semprotan pembersih meja dan lap serta wiper mengeinterupsi pembicaraan kami. Tetapi aksi tersebut tidak bisa mencegah pipiku merasakan panas dan menampakkan warna merah muda di pipi.

ㅤㅤDemi mencegah rasa malu dan gugupku menyebar dan menyebabkan aku kehilangan kemampuan untuk mengontrol diri, mataku menyaksikan bagaimana waiter café tengah menghapus jejak tumpahan kopi yang ditinggalkan penghuni meja sebelum kami. Jejak kopi itu mengingatkanku pada sesuatu. Malam di mana Hyungseok menelusuri kulit leherku. Meski sudah berulang kali mandi sejak peristiwa itu, aku tetap bisa mengingatnya. Mengingat bagaimana Hyungseok menyapu ceruk leherku dengan napasnya.

ㅤㅤKeadaan seketika berbalik. Aku yang gugup seperti merasakan bahwa Hyungseok menyadarinya. Kami hanya dipisahkan oleh setengah tubuh waiter yang maju mundur mengelap meja agar dapat kembali bertukar kata.

ㅤㅤ"Aku pesan satu espresso dan jasmine tea," Hyungseok mengatakan pada sang waiter sebelum sosok itu beranjak pamit. Ketika ditanya lagi, waiter itu tak mendapatkan jawaban dari dua pelanggan meja. Kami tidak memberikannya pesanan tambahan selain dua minuman itu. Mungkin kami sama-sama tahu bahwa percakapan yang akan terjadi tak akan berlangsung lama.

ㅤㅤSetelah si waiter pergi, keleluasaan merambah atmosfer antara aku dan Hyungseok. Pria itu meletakkan dua tangannya di atas meja. Bertautan.

ㅤㅤ"Rasanya lama sekali aku tidak bisa berbicara denganmu seperti ini," Hyungseok membuka pembicaraan lagi setelah terinterupsi tadi. Ia tidak membahas lagi topik yang sebelumnya kami bahas; aku bersyukur, akan malu jika Hyungseok memilih membahasnya lagi.

ㅤㅤ"M-hm," sejujurnya aku tidak mengingat kami pernah bicara berdua di tempat umum seperti ini kecuali di malam saat Hyungseok memberikanku sebuket besar bunga—yang kalau tidak salah tertinggal di mobilnya saat dia mengantarku pulang.

ㅤㅤ"Gaeul-ssi, apa kau bahagia?" tanyanya dengan acak. Sungguh sebuah pembicaraan tak menentu yang tidak bisa kutebak arah tujuannya.

ㅤㅤAku terdiam sesaat sebelum memberikan jawaban, juga senyum tipis. "Aku bahagia. Sangat." Perasaan adalah hal yang jarang sekali kututup-tutupi. Aku tidak suka, kutunjukkan. Aku bingung, aku tak akan segan bertanya. Aku bahagia, untuk apa menutupinya?

ㅤㅤ"Syukurlah..." Dia justru kelihatan mendesah pasrah. Tetapi dari sana aku bisa menangkap ketulusan. Bahwa dia benar-benar bersyukur karena aku bahagia.

ㅤㅤ"Aku ingin kita bisa sesantai dulu," tiba-tiba suaranya terdengar lagi. Aku yang sempat menunduk karena mulai memandangi kuku-kukuku di atas meja jadi teralihkan pada keberadaannya lagi.

ㅤㅤ"Sejak malam itu... aku merasa hubungan kita tidak seleluasa dulu," Hyungseok melanjutkan kalimatnya. "Gaeul-ah, bisakah kita bersikap seperti dulu lagi?"

ㅤㅤHening lama menjelajah meja kami. Baik aku maupun Hyungseok, tak lagi mengeluarkan suara dalam waktu cukup lama. Yang satu menyesal karena merasa kata-katanya mungkin kurang tepat, yang satunya lagi tidak tahu harus memberikan reaksi seperti apa. Aku, khususnya, bahkan merasa sejak dulu tak ada perubahan dalam sikapku. Aku memperlakukan Hyungseok seperti teman-teman kerjaku yang lain. Berbicara seperlunya, bertanya seadanya. Tapi ingatan tentang malam di mana kami berdua sempat bercumbu dan malam ketika Hyungseok menghubungiku saat aku bersama Minho, masih tetap ada.

ㅤㅤ"Hyungseok-ssi," aku memberanikan diri untuk memecah keheningan antara kami berdua. "Aku tidak merasa sikapku berubah padamu sejak saat itu," lanjutku. "Apa kau merasa aku menyikapimu berbeda setelah waktu itu?"

ㅤㅤLagi-lagi diam menghampiri kami berdua. Hyungseok menundukkan kepala sebentar, lalu tertawa pelan. Tersenyum padaku, "Berarti selama ini aku hanya khawatir tak beralasan?"

ㅤㅤAku tidak berani menjawab. Salah-salah Hyungseok bisa tersinggung.

ㅤㅤKembali kami didatangi sepi. Aku biarkan keramaian di belakangku menjadi pusat fokus Hyungseok sementara aku sendiri berkutat pada sebuah gambar di atas kepala Hyungseok. Tembok di belakangnya dihias oleh foto orang banyak. Lukisan, tepatnya. Aku mencoba menerjemahkan arti lukisan itu untuk menyibukkan pikiranku namun gagal. Sebisa mungkin aku mencoba, kesadaranku tertuju pada penantian pada respon Hyungseok.

ㅤㅤ"Hah- baiklah," sepertinya aku menang untuk adu saling diam ini. Hyungseok pada akhirnya mengambil inisiasi untuk bersuara lebih dulu. Senyum puas tampak di wajahnya. Sorot mata tegang pria itu menatapku lembut sekarang. Aku merasa sedikit kelegaan karenanya.

ㅤㅤWaiter café kembali datang bersama gelas minuman kami; gelas untukku, cangkir untuk Hyungseok. Ia menghidangkannya di hadapan kami tanpa cela. Hyungseok mendapatkan espressonya, aku mendapatkan tehku.

ㅤㅤTak sampai satu menit waiter itu meninggalkan kami berdua seperti tadi. Aku dan Hyungseok saling pandang sebelum sama-sama menyeruput minuman kami.

ㅤㅤ"Jadi Gaeul-ah, apa dia kekasihmu?" Hyungseok bersikap lebih santai dari beberapa waktu lalu, meletakkan cangkirnya di atas meja dan matanya kini benar-benar terfokus padaku. Aku pun membalas tatapannya.

ㅤㅤ"Tidak. Dia bukan kekasihku. Hanya teman," aku menelan kembali teh dari cangkir. Agak merasa tercekat karena pertanyaan dari Hyungseok dan jawabanku sendiri. Aku sungguh tidak bisa memberikan istilah mengenai hubunganku dengan Minho.

ㅤㅤKami tidur bersama? Ya.
ㅤㅤBerpelukan seperti seorang kekasih? Ya juga.
ㅤㅤBerciuman? Oh, jangan tanya berapa banyak ciuman yang sudah kami bagi bersama dan berakhir dengan permainan panas di ranjangku atau mobil dan kamar hotel yang disewa Minho.

ㅤㅤ"Oh." Hyungseok mengangguk paham. Tidak ada pernyataan atau pertanyaan lain setelahnya. Ia bersandar pada kursi di belakangnya dan menatap mengawang ke ruang kosong di belakangku yang tidak benar-benar kosong. Ada waiter café sedang melayani pelanggan yang duduk di bangku sebelah meja kami.

ㅤㅤ"Kau ingat, Gaeul-ah? Waktu pertama kali kau melakukan penerbanganmu," ucapan Hyungseok berhasil menghentikan usahaku untuk menyesap teh. Aku sampai tertegun menyaksikannya, menantikan kelanjutan. "Penerbangan perdanamu. Aku bertemu denganmu di café ini," katanya.

ㅤㅤ"Mungkin kau tidak sadar waktu itu. Kau menunggu di depan. Aku bilang duluan," Hyungseok tersenyum samar. Matanya menatap ke arah jemari tanganku.

ㅤㅤSesungguhnya aku tidak benar-benar mengingat waktu yang berusaha Hyungseok suntikkan ke dalam kepalaku. Ingatan itu kabur. Tapi aku bisa mengingat sepercik kejadian di sini. Bersama Hyungseok.

ㅤㅤ"Aku harap kau bahagian bersama pilihanmu."

ㅤㅤAda waktu yang tidak dapat diputar. Ada pernyataan yang tidak dapat ditarik kembali. Ada kejadian yang tak dapat diulang. Dan ada perasaan yang tak dapat dikendalikan.

ㅤㅤBersama keramaian café, pembicaraan dua orang di pojok ruangan kembali melebur. Mengudara menjadi sumber kebisingan yang membuat tempat itu hidup. Hanya saja, hidup di tempat itu tak menggambarkan jiwa yang berada di dalamnya. Ada beberapa jiwa mati di dalam sana yang berpura-pura untuk hidup. Ada pula perasaan yang mati. Namun menumbuhkan perasaan baru yang lebih sederhana. Perasaan ingin tetap bersama walau sadar tak dapat memiliki.
     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.