Notes

SESI 1: SCORECARD

Pendidikan dasar saya di perguruan tinggi adalah Teknologi Informatika. Kami belajar programming. Sebelum masuk ke bahasa pemrograman kami belajar menuang apa yang kami pikirkan sebagai solusi bagi sebuah masalah dalam rupa flowchart.

Kali pertama kami kebingungan. Terlalu banyak tindak keseharian berlangsung secara masinal, tak terurai lagi tahapan prosesnya.

Kegiatan makan, misalnya, berlangsung seperti itu. Beberapa tahapan terlalui seperti mesin. Ketika diminta bercerita tentang makan, kita cenderung mengurutkan kegiatannya sebagai berikut:

- cuci tangan
- menyendok nasi
- makan
- cuci tangan
- menaruh piring di zink.

Padahal di antara 5 unit kegiatan tersebut berlangsung beberapa kegiatan sela:

- cuci tangan
- ambil piring
- menyendok nasi
- menyendok sayur dan lauk
- menyuap makanan ke mulut
- meneguk minuman di sela-selanya
- menyuap makanan lagi
- menutup makan dengan minuman
- makan buah
- minum lagi
- membersihkan mulut
- menaruh piring dan sendok ke zinc
- cuci tangan
- meninggalkan meja makan

Di kelas 3 SD saya mulai menulis naskah drama, menyutradarai, dan mementaskannya. Di kelas 1 SMA saya berhasil menyelesaikan sebuah novel. Tidak pernah saya kirim ke mana pun. Papi melarang saya berkesenian.

Pada tahun 1993, setahun setelah menikah, saya berhasil menyelesaikan satu novel lagi. Kali itu saya menulis dengan cara berbeda: menggunakan scorecard seperti menyusun flow chart bagi program komputer yang hendak saya tulis.

Pertama saya bikin karakterisasi, memberikan detil karakter kepada setiap tokoh dalam cerita. Kenisha, misalnya, saya bayangkan tinggi badannya, bentuk rambut, ukuran BH, warna kulit, warna kesukaan, gestur, pendidikan, gaya bicara, dan lain-lain hingga ke yang printil. Demikian juga untuk tokoh-tokoh lain.

Penguasaan terhadap karakter membuat saya sadar ketika memilih kata. Kenisha, misalnya lagi, tak mungkin mengawali kalimat dengan kata keterangan (adverbia). Dia seorang perempuan yang tangkas menyusun struktur, kaya akan konstruksi sehingga mengutamakan batang-tubuh sebuah ide.

Setelah selesai menyusun tabel karakter tiap tokoh, saya mulai menyusun plot, dan selanjutnya menulis sinopsis. Habis itu saya susun pembabakan.

Babak kesatu, misalnya, tentang pertemuan Kenisha dengan Ruben. Babak kedua tentang keluarga kandung Kenisha di Jakarta. Demikian seterusnya hingga selesai.

Di babak-1, saya susun rentetan sub-sinopsis. Masing-masing sub-sinopsis saya urai seperti saya mengurai kegiatan makan di atas.

Setelah selesai, dan masing-masing sub-sinopsis terurai di selembar karton berukuran tablet pc 8 inch, saya pakukan itu semua di dinding kamar kerja berlapis lembar styrofoam bertebal 1 senti dan berukuran 4m x 1m. Setiap hari saya mulai menghabiskan kartu demi kartu, menuangkannya ke dalam tulisan di laptop.

Saya puas dengan hasilnya. 40 pembaca beta calon buku saya mengaku bahwa setiap unsur, setiap tahap, setiap karakter dalam kisah novel saya bertemali kuat.

Saya ajak Anda meniru cara kerja seperti itu untuk menulis. Sekarang kita tidak sedang menulis sebuah novel, melainkan belajar bikin tulisan berpanjang 200 kata.

Pilih sebuah peristiwa kecil. Misalnya menyiapkan makan malam di rumah. Atau pergi ke pasar. Atau, pergi ke salon, dan lain-lain, dan sebagainya. Kalau bisa, pilih yang agak istimewa: menyiapkan penganan harijadi istri atau suami, atau yang lain.

Setiap dari Anda pasti punya proses dan kebiasaan berbeda. Kenang hingga rinci, misalnya sejak Anda mulai merencanakan itu, berlanjut hingga ke menu yang Anda pilih serta mengapa Anda memilihnya. .

Susun dan urai secara linear. Artinya, nggak usah berkelok-kelok, gak perlu pakek kembang-kembang, polos saja. Soal hias-menghias akan kita bahas di kali lain. Urutkan seperti scorecard kegiatan makan di atas.

Pilih sebuah kisah. Susun scorecard-nya malam ini. Besok scorecard tersebut akan Anda gunakan untuk mengikuti petunjuk saya di sesi 2: Alinea Pertama