Notes

Percobaan 1.1 dan 1.2 dilakukan dengan tujuan penentuan persamaan laju reaksi antara campuran kanji-Na2S2O3-KI dengan NH4S2O8. Penentuan persamaan laju reaksi ini meliputi penentuan orde I- (x) dan S2O82- (y) , serta penentuan tetapan laju reaksi (k) dimana pada akhirnya persamaan laju reaksi ini akan dinyatakan dengan: rate = k I- x S2O8 2- y
orde reaksi x dan y menyatakan seberapa berpengaruh konsentrasi larutan pada berlangsungnya reaksi. Semakin besar orde reaksinya, artinya pernambahan konsentrasi larutan tersebut akan semakin berpengaruh pada laju reaksinya. Pada percobaan 1.1 dan 1.2 digunakan larutan kanji sebagai indikator reaksi yang mana larutan kanji akan membentuk kompleks [I3-kanji] yang berwarna biru sebagai penanda adanya I3- berlebih dan pereaksi pembatas berupa S2O32- yang habis bereaksi. Suhu setiap larutan yang akan direaksikan harus diukur suhunya terlebih dahulu dan memastikan agar campuran dalam suhu yang sama karena laju reaksi dipengaruhi oleh suhu. Pada saat berlangsungnya reaksi, digunakan batang pengaduk untuk mengaduk campuran dengan maksud agar reaksi berlangsung secara sempurna (sebagai upaya agar tumbukan antar molekul merata dan menghasilkan produk reaksi). Waktu berjalannya reaksi dicatat mulai saat larutan dicampurkan sampai dengan campuran berubah warna dari bening menjadi biru karena adanya kompleks dari larutan kanji sebagai indikator. Waktu berjalannya reaksi diperlukan untuk menetapkan laju reaksi berupa perubahan konsentrasi S2O82- (M) per satuan waktu (s-1) yang mana laju reaksi ini menyatakan laju terbentuknya produk atau laju berkurangnya reaktan selama reaksi berlangsung.

Percobaan 1.1 dilakukan dengan cara mencampur larutan kanji-Na2S2O3-(NH4)2S2O8 dengan KI yang konsentrasinya divariasikan, yakni dengan konsentrasi 0,4 M, 0,2 M, 0,1 M, dann 0,05 M. Larutan kanji dalam campuran adalah sebagai indikator sehingga waktu berjalannya reaksi dapat diukur sejak pencampuran larutan (yang temperaturnya sudah disamakan) sampai dengan larutan berubah warna menjadi biru. Berdasarkan perhitungan, didapatkan bahwa tetapan laju reaksi adalah sebesar 1,84 x 10-3 M-1 s-1 dan orde reaksi KI (x) adalah sebesar 1,1. Artinya, penambahan konsentrasi KI berpengaruh terhadap laju reaksi. Angka ini tidak tepat dengan teori yang menyatakan bahwa seharusnya orde reaksi terhadap KI adalah sebesar 1. Penyimpangan angka orde reaksi ini diakibatkan oleh penggunaan instrumen-instrumen praktikum yang kurang tepat sehingga ketelitian dan akurasi atas data yang diambil berkurang.

Kemudian, percobaan 1.2 dilakukan dengan mencampur larutan kanji-Na2S2O3-KI dan (NH4)2S2O8 yang konsentrasinya divariasikan, yakni sebesar 0,4 M, 0,2 M, 0,1 M, dan 0,05 M. Larutan kanji dalam campuran merupakan indikator yang membentuk kompleks [I3-kanji] berwarna biru sehingga waktu berlangsungnya reaksi dapat diukur sejak pencampuran larutan yang temperaturnya sudah disamakan hingga larutan berubah menjadi biru. Dari perhitungan data, didapat bahwa tetapan laju reaksi (k) adalah sebesar 1,667 x 10-3 M-1 s-1 dan orde reaksi S2O82- adalah 0,9. Maka, dapat disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi S2O8 2- akan berpengaruh terhadap laju reaksi walaupun pengaruhnya tidak akan sebesar pengaruh penambahan konsentrasi I- karena orde reaksi I- lebih besar daripada orde reaksi S2O8 2-. Namun, angka 0,9 ini juga kurang tepat berdasarkan teori yang menyatakan bahwa seharusnya orde reaksi S2O8 2- adalah sebesar 1. Selisih ini terjadi karena penggunaan instrumen-instrumen yang kurang tepat sehingga data yang didapat kurang akurat.

Percobaan 1.3 dilaksanakan dengan langkah kerja yang sama dengan percobaan 1.1 dengan cara memvariasikan konsentrasi I- yaitu dengan konsentrasi 0,4 M, 0,2 M, 0,1 M, dan 0,05M. Larutan KI dicampurkan dengan campuran kanji-Cu(NO3)2-(NH4)2S2O3. Sama seperti percobaan sebelumnya, larutan kanji digunakan sebagai indikator dan suhu larutan sebelum dicampurkan harus disamakan terlebih dahulu. Kemudian, campuran diaduk dan diukur waktunya hingga terbentuk kompleks [I3- kanji] berwarna biru. Didapatkan bahwa penambahan Cu(NO3)2 mempercepat laju reaksi (waktu reaksi berkurang) karena Cu(NO3) bereaksi sebagai katalis dan tidak mempengaruhi produk hasil reaksi tersebut.

Percobaan 2 dilakukan dengan mencampurkan Fe3+ dan S2O3 2- yang suhunya sudah dikondisikan dengan variasi tertentu yaitu 25"C, 45"C, dan 65"C. Kedua larutan direaksikan dalam gelas kimia berisi air dengan variasi suhu yang sudah disebutkan, sehingga dapat dikatakan bahwa reaksi berlangsung pada kondisi suhu tersebut. Waktu berlangsungnya reaksi diukur sejak terbentuknya warna biru pekat (setelah kedua larutan dicampurkan) hingga larutan berubah menjadi bening kembali seluruhnya. Berdasarkan data dan perhitungan, didapat bahwa laju reaksi bertambah ketika suhunya bertambah (semakin tinggi). Sebab, pada suhu yang lebih tinggi, lebih banyak molekul ... yang akan bertumbukan dengan molekul ... sehingga kemungkinan terbentuknya produk akan semakin tinggi dengan dan reaksi terjadi dalam waktu yang lebih singkat.

Percobaan ketiga dilakukan untuk mengetahui reaksi Briggs-Rauscher. Adapun reaksi yang terjadi ketika ketiga larutan dicampurkan adalah sebagai berikut:



I2 = kuning
I- = bening
I3- kanji = biru

Pada persamaan reaksi, dapat diketahui bahwa reaksi yang terjadi adalah reaksi osilasi. Hal ini juga ditandai dengan perubahan warna yang terus-menerus terjadi pada campuran walaupun ketika campuran tidak lagi diaduk. Namun, reaksi osilasi ini akan berhenti ketika salah satu spesi habis bereaksi.

Pada percobaan 4, terjadi dekomposisi H2O2 yang mana reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:

Deterjen yang digunakan adalah untuk menunjukkan oksigen yang terlepas dari reaksi dekomposisi tersebut dengan cara membentuk busa putih berongga sehingga oksigen dapat terlihat dengan jelas.