Notes

Pagi itu, Ao memutuskan untuk kembali ke rumahnya di muggle. Mumpung ia pun sedang liburan, pasca lulus dari sekolahnya di Durmstrang Institute.

Ia tidak menenteng banyak barang, hanya satu buah ransel yang berada di punggungnya.

"Selamat pagi?"
Sapanya ketika memasuki rumah.

Namun tidak ada jawaban. Biasanya di jam seperti ini, ada kedua orangtuanya yang akan menyambutnya pulang. Atau adik kecilnya yang langsung berlari ke arahnya.

"Kemana mereka?" Tanyanya pada diri sendiri.

Tidak berapa lama, terdengar pintu rumah mereka terbuka. Ao melongok, untuk melihat siapa yang datang.

"Mama! Aozora!" Ucapnya senang kala ia melihat siapa yang datang. Tapi keningnya mengkerut ketika melihat apa yang sedang digendong oleh mamanya.

"Ini... Cheetah?"
Tanyanya ragu ragu. Sang ibu pun mengangguk dan tersenyum.

"Iya, milik pamanmu. Tadi mama habis memeriksakannya ke dokter, dia sehat sehat saja. Tapi harus di beri vaksin, apa kau pernah melakukannya?" Pinta sang mama.

Ao berfikir sejenak. Bisa saja sih ia melakukannya, toh ia pun sudah berpengalaman bekerja di toko hewan. Tapi ini adalah seekor cheetah, liar dan bisa saja berbahaya.

Namun, karena ia pada dasarnya memang penyayang binatang. Akhirnya ia setuju untuk melakukannya.

Pemuda berdarah Jepang itu mempersilahkan ibunya duduk di kursi. Cheetah itu sudah jinak dengan sang mama, maka ia harus meminta bantuan mamanya untuk memegangi hewan tersebut sampai proses vaksinasi selesai.

"Mari kita mulai."

Ia mempersiapkan alat alat vaksinnya. Seperti jarum suntik, serta jenis jenis vaksin yang akan dia suntikkan pada sang cheetah.

Pertama, ia memastikan bahwa disekitar area kulit melar leher sang cheetah tidak ada luka maupun kotoran. Semua harus steril.

Bulu bulunya pun dipastikan harus kering, Ao tidak mau menanggung ada resiko bakteri sekecil apapun.

Ia menyiapkan vaksin tricat yang fungsinya untuk mencegah sang kucing liar terkena penyakit seperti feline rhinotracheitis.

Ao kemudian mengelus kulit leher sang cheetah, dan mencubitnya naik. Ia menyuntikkan vaksin di ruang bawah kulit hewan itu. Ia memegang alat suntik setinggi punggung anjing meletakkan jarum dan bevel-nya di sepanjang kulit yang ia cubit naik.

Ao menusuk kulit menggunakan jarum dengan hati-hati kemudian tekan plunger suntik dengan perlahan untuk mengeluarkan vaksin dari dalam tabung suntik. Ia memastikan tidak ada darah yang berada di jarum suntik, karena itu artinya ia mengenai pembuluh darahnya.

"Aman." Ujarnya lega.

Setelah jarum suntik dicabut, ia memberi tekanan pada lokasi penyuntikan.

Tidak lama, hanya selama 30 detik untuk mencegah pendarahan.

Cheetah itu tentu saja meronta selama proses penyuntikkan. Namun untung saja ada mamanya yang segera membuat sang cheetah tetap jinak.

"Nah, tunggu 2 minggu lagi untuk vaksinasi rabies. Sekarang sudah selesai."

Ia merapihkan kembali alat alatnya. Tak lupa, ia juga memasukkan bekas suntikkannya tadi ke dalam sebuah wadah khusus. Karena suntikkan tidak boleh dipakai lagi ataupun di buang sembarangan.

Sang cheetah kemudian di masukkan kembali ke cagenya. Lalu menyantap makanannya dengan lahap.

Ao yang sudah selesai dengan tugasnya pun akhirnya bisa bermanja manja dengan sang ibunda.

"Mama aku lapar."

Mamanya tersenyum dan menggandeng tangan anak sulungnya itu. "Ayo makan sehabis kamu cuci tangan."

> End of plot.