Notes

|| Pet Vaccine
|| Wynegard Pet
|| Current Time
|| Jocasta K. Alanis — Vet and Breeder

Tepat setelah jam makan siang berakhir, Jocasta kembali mengenakan jas putih khas seorang vet miliknya. Satu tangannya memegang sebuah papan dengan kertas yang terjepit di atasnya, berisi status dari ‘pasiennya’ saat ini.

Selesai membaca status itu, Jo segera menuju ruangannya, tempat seekor kucing kecil menunggunya dari dalam kandangnya. Segera saja ia menghampiri kucing kecil yang terlihat ketakutan itu.

“Hello, little one!”

Perlahan Jo membuka kandang kucing kecil itu. Tentu saja responnya tidak terlalu baik, mengingat kucing itu ditemukan terlantar di pinggir jalan beberapa hari yang lalu. Berdasarkan pemeriksaan bisa dipastikan kucing itu merupakan anak dari kucing liar yang keberadaannya entah dimana.

“Hei, jangan takut,” kata Jo sekali lagi. Kali ini tangannya terulur masuk ke dalam kandang untuk mengambil kucing itu. Untungnya si kecil itu sudah lebih nyaman ketika disentuh dibandingkan beberapa hari yang lalu, meskipun masih sedikit meronta dan juga tidak berhenti mengeong.

Kucing kecil itu mencakar tangannya, yang untungnya sudah dilapisi sarung tangan latex. Dengan sabar Jo mengelus-elus kucing kecil itu, berusaha membuatnya tenang. “Shh, shh, it’s okay little one.”

Pada akhirnya ketika kucing kecil itu mulai tenang, Jo segera meletakkannya di atas meja periksa. Ia lalu mulai memeriksa fisik si kecil untuk memastikan kucing kecil itu dalam kondisi sehat.

“Hari ini kau akan divaksin, yeay!”

Jo memerhatikan daerah sekitar mata dan telinga kucing itu. “Untuk divaksin aku harus memastikanmu sehat dulu, ya. Ayo buka mulut sebentar....“

Perempuan itu lalu membuka pelan mulut si kucing dan melihat kondisinya. “Yup, terlihat baik!”

Dua rangkaian lainnya yang perlu dilakukan adalah mengukur suhu dan berat badan. Tentu saja tidak mudah bagi Jo untuk mengukur suhu kucing itu mengingat si kucing sebelumnya tidak terbiasa dengan manusia.

Mengambil termometer, perlahan Jo memasukkannya ke bagian belakang si kucing. Dan benar saja, jika bukan karena jas putihnya, tangan Jo sekarang akan penuh dengan bekas cakaran. Untungnya usahanya tidak sia-sia, suhu badan si kucing terbukti normal.

“Wah, kau sudah jauh lebih sehat daripada saat pertama ke sini ya?”

Seolah mengerti, kucing kecil itu tiba-tiba mengeong pelan meskipun ia kini menjadi lebih awas dan agresif. Jo lalu tersenyum dan berjalan mengambil alat suntik. Membuka bungkus alat injeksi itu, Jo lalu menusukkannya ke dalam vial berisi vaksin.

“Oke, sekarang waktunya vaksin, ini akan sakit sedikit ya.”

Jo memegang tengkuk si kucing, menyibakkan bulunya sedikit lalu mengoleskan alkohol dengan kasa steril pada bagian yang akan diinjeksi. Merasakan sensasi aneh di bagian punggungnya, si kucing kembali meronta.

“Tenanglah, ini hanya sebentar,” gumam Jo meski si kucing tidak mengerti.

“Maafkan aku ya,” kata Jo, sebelum menusukkan jarum suntik ke punggung si kucing dan dengan cepat namun pasti menyuntikkan vaksinnya ke tubuh si kucing.

Untungnya pegangannya pada tengkuk si kucing cukup kuat, karena jika tidak bisa saja kucing kecil itu malah kabur.

“Nah, sudah selesai!”

Jo menaruh alat injeksinya dan membiarkan kucing itu berjalan menjauh menuju ujung meja periksa. Jelas menjadi sedikit tidak suka kepada Jo.

Setelah Jo melepaskan sarung tangan lateksnya, ia lalu dengan perlahan kembali mendekati si kucing untuk memasukkannya kembali ke kandang.

“Semoga kau cepat menemukan pemilik yang baik ya!”

— end plot.