NotesWhat is notes.io?

Notes brand slogan

Notes - notes.io

Peran negara dalam menyokong pendanaan pendidikan sudah tertuliskan dengan jelas melalui berbagai instrumen hukum di negeri ini. Dalam pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, tertulis bahwa "Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun". Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat (1) yang berbunyi "Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi". Dalam kutipan yang lebih populer di dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 tentang Pendidikan dan Kebudayaan, negara bahkan wajib mengalokasikan 20 persen anggaran dana untuk pendidikan.
Pada prakteknya, jumlah dua puluh persen tersebut dinilai hanya formalitas. Tidak seluruh dana tersebut jatuh kepada kementerian yang terkait langsung dengan pendidikan. Pada tahun 2018, sebanyak Rp440 triliun dana pendidikan di APBN masing-masing hanya Rp40 triliun ditujukan kepada Kemendikbud dan Kemenristekdikti. Jumlah paling banyak, Rp200 triliun disalurkan menjadi transfer daerah. Di tingkatan bawah, banyak pula kota dan kabupaten yang mengalokasikan kurang dari 10 persen APBD untuk pendidikan (Komisi X DPR RI, 2018).
Salah satu dana yang diterima langsung oleh instansi pendidikan dasar dan menengah dikenal sebagai Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dalam Permendikbud, disebutkan besar dana BOS berkisar antara Rp800 ribu sampai Rp2 juta pertahun untuk tiap peserta didik sesuai dengan jenjang sekolah. Alokasinya telah diatur secara mendetail dalam petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Kemendikbud seperti untuk membeli buku, prasarana, rehabilitasi ringan, pembayaran gaji guru honor, staf tata usaha, petugas keamanan, biaya daya, dan pembiayaan operasional lainnya. Nyatanya, nominal sedemikian untuk membiayai begitu banyak kebutuhan terkadang tidak mencukupi bagi sekolah.
Di luar sarana dan prasarana sekolah yang dirancang untuk mendukung program wajib belajar, peserta didik di tiap satuan jenjang setidaknya masih membutuhkan uang iuran, ongkos transportasi, ongkos makan, seragam, alat tulis, bahkan bimbingan belajar. Kebutuhan pribadi semacam itu yang lebih kerap menjadi alasan peserta didik putus sekolah. (Advertorial Tirto, 2018). Setelah peluncuran Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk wilayah DKI Jakarta, Kartu Indonesia Pintar (KIP) direalisasikan sebagai salah satu realisasi program pemerintah Jokowi. Proyek serupa mencakup Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sehat (KKS). KIP disalurkan melalui Kemendikbud dengan nama Program Indonesia Pintar (PIP).
Dirjen Pendidikan Menengah (2015, dalam Saras Setyawati, 2018) menerangkan Kartu Indonesia Pintar ini merupakan kelanjutan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 kepada Kemendikbud. Tujuan dari program Kartu Indonesia Pintar ini untuk mencegah putus sekolah, membantu akses pendidikan yang layak, dan memenuhi kebutuhan sekolah siswa.

Sesuai dengan namanya, KIP berwujud kartu yang ditujukan kepada keluarga Indonesia golongan miskin dan rentan miskin dengan anak berusia 7-18 tahun. Bantuan dana tunai diberikan secara reguler dari pemerintah melalui kartu KIP yang berlaku bagi peserta didik SD, SMP, SMA, SMK, beserta dengan sekolah luar biasa yang sederajat, pondok pesantren, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan lembaga kursus dan pelatihan yang ditentukan pemerintah. Penerima KIP juga meliputi anak usia sekolah yang tidak berada di sekolah atau termasuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Kelompoknya termasuk anak-anak penghuni panti asuhan dan panti sosial, anak jalanan, pekerja anak, dan difabel (ICW, 2018).
Dari target sebanyak 20,3 juta anak penerima KIP, masih terdapat banyak data yang bermasalah sehingga anak usia sekolah yang kaya seharusnya tidak terdaftar menjadi penerima KIP ternyata terdaftar. Sebaliknya, tidak sedikit anak usia sekolah dari golongan miskin dan rentan miskin yang tidak terjangkau bantuan KIP. Temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2018 melaporkan hampir setengah atau 42,9 persen warga miskin yang diteliti tidak mendapatkan bantuan KIP.
Ketepatsasaran baru satu dari sekian isu yang harus dibenahi dari pelaksanaan PIP/KIP. ICW kemudian melaporkan, dari setengah jumlah penerima KIP hanya 80,7 persen yang memegang langsung kartu pencairan dana. Mereka yang tidak memegang kartunya langsung 41,89 persen mengaku tidak tahu siapa yang memegang kartunya. Sebanyak 31,08 persen menuturkan kartu mereka dipegang oleh guru, 18,92 persen oleh kepala sekolah, dan sisanya menyatakan dipegang oleh penjaga sekolah dan karyawan tata usaha. Dengan tidak memegang kartunya sendiri, diimplikasikan bahwa pemegang kekurangan kecakapan dan literasi yang dibutuhkan untuk menjalankan prosedur KIP secara mandiri. Sehingga, penguasaan kartu bantuan dana pendidikan di tangan pihak lain menjadi rawan diselewengkan.
Proses distribusi kartu dan pencairan dana KIP juga masih menemui kendala. Terdapat kasus kartu masih belum diterima peserta meski mereka sudah mengetahui atau bahkan menerima sebagian dana KIP/PIP. Pada kasus lain, pemegang kartu KIP baru mencairkan dananya setahun kemudian atau bahkan belum pernah mencairkannya sampai pada tahun 2018 meski sudah menerima kartu sejak tahun 2015-2016. Penyebab dari masalah-masalah tersebut perlu dikaji dan dijadikan bahan evaluasi kembali. Pihak sekolah harus menjadi agen sosialisasi kepada orang tua penerima sehingga dana yang menjadi hak mereka dapat diperoleh tepat waktu dan tepat guna. Pengakuan orangtua menunjukkan komposisi dana KIP yang dikeluarkan digunakan untuk membayar pungutan sekolah yang berupa kebutuhan kegiatan ekstrakurikyler (13,6 persen), iuran Lembar Kerja Siswa/LKS (20,6 persen), iuran SPP/Komite Sekolah (20,6 persen), dan pembayaran studi tur (20,6 persen). Sisa dari dana yang terhitung di atas tidak terlaporkan/diketahui penggunaannya.
Penelitian Saras Setyawati (2018) atas efektifitas KIP bagi Siswa SMK di Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap menunjukkan lebih dari 70 persen efektifitas. Artinya, sebagian besar penerima telah dapat memenuhi harapan yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 12 Tahun 2015 tentang Program Indonesia Pintar (PIP). Pada penelitian berbeda di SDN 09 Malaka Jaya, Jakarta Timur, penerimaan KJP selama lima tahun belum memberikan dampak yang lebih baik bagi prestasi belajar anak (Siringoringo dkk, 2017). Kedua penelitian membuktikan masih beragamnya nilai manfaat bagi penerima KIP maupun KJP di berbagai lokasi dengan kondisi yang berbeda-beda. Korelasi yang lebih mendalam antara berbagai faktor pengaruh perlu diteliti lebih lanjut.
Di tingkat pendidikan dasar dan menengah, KJP dan KIP secara kasar telah mengakomodasi lebih lanjut untuk kebutuhan dana pendidikan bagi masyarakat menengah ke bawah. Di jenjang pendidikan tinggi, namun begitu, masalah pendanaan mahasiswa masih menjadi isu yang pelik. Banyaknya beasiswa dari negara maupun swasta belum cukup untuk menjawab pertanyaan akses finansial ke perguruan tinggi. Seleksi akademis dan status universitas negeri unggulan masih menjadi persyaratan yang tidak semua mahasiswa dan calon mahasiswa dapat memenuhinya. Solusi kredit pendidikan menjadi ide yang mengemuka belakangan ini.
Berdasarkan penyedianya, terdapat kredit pendidikan yang disponsori oleh pemerintah dan kredit pendidikan yang berasal dari pihak swasta. Kredit pendidikan dari negara pernah diterapkan di Indonesia pada tahun 1980-an, namun dihentikan karena rendahnya nilai pengembalian dan regulasi yang tidak berjalan baik. Dari jumlah kredit yang diberikan ditambah dengan biaya administrasi yang harus ditanggung, persentase recovery return yang didapatkan negara hanya 24,8 persen; walau masih terbilang tinggi dibandingkan Filipina pada besaran 1,32 persen (Shen dan Ziderman, 2009).
Pada 15 Maret 2018 lalu, Presiden Joko Widodo berpidato di depan para pemuka bank di Indonesia untuk mengadakan produk kredit pendidikan. Hanya berkisar beberapa pekan setelahnya, dua bank milik negara, BRI dan BTN telah merealisasikan ajakan tersebut. Keduanya memberikan pelayanan kredit pendidikan yang berbeda. Satu ditujukan bagi mahasiswa pascasarjana dan doktoral saja, sedangkan satunya menyasar seluruh jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar. Bagi mahasiswa, hanya yang berasal dari universitas tertentu yang berafiliasi dengan bank tersebut serta memiliki pekerjaan tetap dapat menerima kredit pendidikan. Dibandingkan dengan bank yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut, kredit pendidikan dari pihak swasta lainnya jauh lebih longgar. Seperti Dana Didik dan Investfree. (Putera, 2018 dan Gumiwang, 2018)
Peneliti senior dari INDEF, Enny Sri Hartati menilai program kredit pendidikan yang ada baru cocok untuk masyarakat kalangan atas saja. Ketersediaan lapangan kerja di Indonesia yang belum stabil seperti di negara-negara maju membuat bank harus menjaga asas kehati-hatian dalam memberi kredit pendidikan. Sehingga, konsep kredit pendidikan (student loan) seperti yang diterapkan di luar negeri dengan membayar utang biaya pendidikan setelah bekerja tidak dapat diterapkan mentah-mentah di Indonesia. Solusi yang lebih tepat untuk mendorong mahasiswa kalangan menengah ke bawah, menurut Enny, adalah dengan memaksimalkan pemanfaatan 20 persen alokasi anggaran pendidikan dari APBN.
     
 
what is notes.io
 

Notes.io is a web-based application for taking notes. You can take your notes and share with others people. If you like taking long notes, notes.io is designed for you. To date, over 8,000,000,000 notes created and continuing...

With notes.io;

  • * You can take a note from anywhere and any device with internet connection.
  • * You can share the notes in social platforms (YouTube, Facebook, Twitter, instagram etc.).
  • * You can quickly share your contents without website, blog and e-mail.
  • * You don't need to create any Account to share a note. As you wish you can use quick, easy and best shortened notes with sms, websites, e-mail, or messaging services (WhatsApp, iMessage, Telegram, Signal).
  • * Notes.io has fabulous infrastructure design for a short link and allows you to share the note as an easy and understandable link.

Fast: Notes.io is built for speed and performance. You can take a notes quickly and browse your archive.

Easy: Notes.io doesn’t require installation. Just write and share note!

Short: Notes.io’s url just 8 character. You’ll get shorten link of your note when you want to share. (Ex: notes.io/q )

Free: Notes.io works for 12 years and has been free since the day it was started.


You immediately create your first note and start sharing with the ones you wish. If you want to contact us, you can use the following communication channels;


Email: [email protected]

Twitter: http://twitter.com/notesio

Instagram: http://instagram.com/notes.io

Facebook: http://facebook.com/notesio



Regards;
Notes.io Team

     
 
Shortened Note Link
 
 
Looding Image
 
     
 
Long File
 
 

For written notes was greater than 18KB Unable to shorten.

To be smaller than 18KB, please organize your notes, or sign in.