Notes

ALHAMDULILLAH KESIMPULAN

Pendidikan bukan kebutuhan seorang manusia saja. Pendidikan merupakan kebutuhan publik, berlawanan dengan kebutuhan individu, yang pemenuhannya harus diupayakan secara gotong royong oleh semua komponen dalam masyarakat. Sebab, permasalahan pendidikan bila dikiaskan bagaikan suatu jaring laba-laba yang saling terjalin. Untuk menuntaskannya, diperlukan pemecahan komprehensif dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang ada.

Budaya kekerasan dalam institusi pendidikan, sebagai contoh, merupakan produk dari tradisi turun-temurun yang terus bertahan atas pembiaran dan rasa abai dari lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Menghapuskannya sekali akan tetap menumbuhkannya lagi bila tidak diiringi dengan pergeseran paradigma dari insan-insan yang terlibat. Pendidikan bagi masyarakat sebagai wadah di mana manusia bertumbuh kembang menjadi tidak bisa diabaikan. Kondisi masyarakat menjadi air yang mewarnai identitas individu, keluarga, sekolah, dan lingkungan yang bersentuhan dengannya. Keluarga dan sekolah menghasilkan individu yang kelak akan menyetir arah perjalanan negara dan masyarakat. Terus seperti itu siklus berjalan bak rantai yang saling berkaitan.

Hal yang serupa telah menanam dan memupuk konsepsi masyarakat kita. Awalnya, pendidikan dipandang sebagai hak eksklusif kaum tertentu saja. Bersama dengan berakhirnya penjajahan, penyemarakkan semangat pendidikan semakin meluas pada lapisan-lapisan masyarakat yang lain. Tetapi, belum dirasa menjadi sebuah kewajiban. Menjadi orang mapan tidak harus sekolah, saat itu. Kemudian kembali datang saatnya perubahan membalikkan cara pandang manusia. Bukan kampanye gerakan wajib belajar yang membuka kesadaran untuk meningkatkan edukasi, namun semakin jelasnya jejak persaingan terbuka yang diikuti dengan strukturalisasi sistem. Pendidikan formal adalah senjata bertahan hidup, seperti parang dan tombak di masa lalu. Sesuatu yang diperlukan, sabda ilmu ekonomi, akan menjadi komoditas untuk diperdagangkan; mengancam ruh pendidikan itu sendiri untuk pergi dari jasadnya.

Di dalam institusi pendidikan sendiri, satu sama lain kembali saling memengaruhi. Sesuai dengan konsep perkembangan peserta didik, perkembangan di satu fase akan menentukan perkembangan fase selanjutnya. Jika seorang anak bergabung di sekolah pada usia yang lebih dini dari seharusnya, akan berakibat pada identitas diri si anak ketika menginjak kelas yang lebih tinggi. Ada potensi timbulnya ketidakpercayaan diri yang akan membuatnya menjadi target empuk bagi para penindas. Transisi yang sukses antarjenjang pendidikan ditentukan dari keberhasilan tiap satuan melaksanakan tugasnya menyiapkan peserta didik dengan kompetensi yang ditetapkan. Pada tingkatan perguruan tinggi, orientasi mahasiswa seyogianya tidak dilaksanakan hanya sekian minggu di awal masa masuk universitas. Orientasi harus diberikan sejak masa SMA dengan mempersiapkan mental dan keterampilan mau pun pengetahuan akademik yang sepatutnya menjadi standar seorang mahasiswa.

Pada akhirnya, pendidikan walau tidak diragukan pentingnya hanya menjadi satu pilar dari kehidupan manusia dan bangsa. Pendidikan tidak akan pernah lepas dari interaksi dengan kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lingkungan fisik. Membenahi pendidikan sendiri tanpa dibersamai dengan, sebagai contoh, sistem birokrasi dan regulasi yang mengatur guru sebagai aparatur sipil negara, hanya menjadi solusi tambal sulam yang tidak solutif. Sebagai pilar, hal-hal yang disebutkan tadi harus kokoh bersama-sama atau runtuh dengan menunggu waktu.

Tidak salah mengambil contoh dari keberhasilan negara lain. Selama penerapannya mengkaji kembali kondisi hidup bangsa Indonesia yang berbeda secara demografi dengan Finlandia, misalnya. Dengan Jepang, secara sistem sosial. Dengan Malaysia secara sejarah. Bukan bahan alasan untuk tidak mengembangkan diri, tetapi catatan agar tidak melupakan keberagaman kondisi yang meliputi tanah air ini. Wacana full-day school, pelaksanaan ujian nasional, pemakaian Buku Sekolah Elektronik (BSE), harus disesuaikan dengan karakteristik tiap daerah yang menerapkan sehingga keadilan pendidikan dapat diwujudkan.

Seperti digambarkan sebelumnya, dunia adalah panggung yang terus berganti cerita. Tantangan pendidikan di masa kini tidak lain hanya cerita berbeda yang harus disikapi untuk menentukan apakah negara ini akan memimpin atau tersisih oleh persaingan teknologi yang sedang berlangsung. Kuncinya, perbaikan tidak dapat dilakukan sendirian. Perbaikan pendidikan harus melibatkan secara sadar semua yang bersangkutan di dalamnya dengan terstruktur dan terencana.