Notes

Suatu hari, kelompok mafia Yoohui, Black Spade, mengadakan sebuah pesta. Semua anggotanya berkumpul di satu tempat. Tempat itu adalah sebuah gedung usang yang besar. Leon yang datang karena ayahnya, hanya duduk di sebuah kursi. Anak lak-laki berusia 13 tahun itu masih belum sepenuhnya sembuh. Di lengan, kaki (yang tertutupi celana panjang), juga ada satu yang jelas terlihat, di leher. Ya, itu semua adalah luka memar.

Sepasang manik cokelat itu bergerak melihat sekitar, mengobservasi orang-orang yang merupakan rekan-rekan ayahnya. Sejauh mata memandang, tidak ada wanita di sana. Dan itu satu-satunya hal yang membuatnya merasa aman di sini. Meski tidak dipungkiri, sendiri di keramaian membuatnya gelisah. Kedua tangan Leon menyatu dan ibu jarinya saling memainkan, caranya untuk menenangkan diri dari kondisi yang membuatnya tidak nyaman.

"Hei, kau tidak ikut bergabung?" seseorang dari kerumunan itu mengeluarkan suara, tadinya Leon tak merasa bahwa dia-lah orang yang dimaksud. Leon yang masih menatap ke arah lain, melirik orang yang barusan bersuara.

"Iya, kamu, siapa lagi?" kata orang itu dengan senyum lebar dan mata yang tertuju pada Leon. Leon mengerjab pelan, sebelum benar-benar sadar jika dia-lah yang diajak bicara.

"...Tidak, terima kasih." jawabannya terlontar bersamaan dengan orang itu yang menempatkan diri di sebelahnya tepat. Sang anak laki-laki membelalak, merasa terancam dan segera bergeser dari posisinya semula.

"Jadi, ada apa?"

Leon dengan gugup menatap orang asing itu, canggung dan bingung, Leon tidak mengerti apa yang orang itu tanyakan.

"H, Huh?"

Orang itu menepuk lehernya sendiri dengan pelan sebelum kemudian menatap leher Leon. Leon segera mengingat pesan ayahnya kalau ada yang menanyakan tentang lebam-lebamnya, dia harus menjawab,

"..B, Berkelahi, tentu saja."

Tenggorokan Leon terasa sangat kering, dia juga terbata saat mengatakannya, namun jawaban itu tidak membuatnya mengingat hal mengerikan saat bersama 'Bibi'nya. Orang yang mengajaknya berbicara hanya mengangguk, seolah percaya dengan jawabannya.

"Baiklah, jagoan. Bisa kulihat?" permintaan itu tidak langsung ia tanggapi, Leon masih merasa was-was dari sebab yang tidak ia ketahui.

"Aku tidak akan menyakitimu," tambah orang itu, "Shén."

Leon mengasumsikan jika orang itu baru saja mengatakan namanya; atau yang lain, dia tidak mengerti karena dia tidak menggunakan bahasa Korea.

"Itu namaku."

"Oh.. Leon." pemuda itu kembali mengangguk.

Itulah pertemuan pertama dari mereka, Shén dan Leon.