Notes

Novel : 2008

Tempat ini, semua orang sangat membencinya. Aroma yang khas yang menyengat dari tempat ini adalah racun bagi sebagian orang. Pahit dan hambar.
Dilihat dari jauh, dari dekat bahkan setiap sudut tempat ini tidak pernah terlepas dari warna putih. Warna ini seolah sudah menjadi harga mati yang tidak akan pernah berubah.
Lagi.
Suara mobil ambulan lagi - lagi terdengar nyaring di telinga semua orang. Setiap hari suara ambulan selalu menjadi lagu pengiring tempat itu.
Ketika mobil ambulan sudah terparkir sempurna di pinggiran lobby rumah sakit, segerombolan orang berbaju putih berlarian menuju mobil ambulan itu. Mereka membuka pintu belakang mobil ambulan itu, lalu menarik sebuah kasur lipat beroda yang ada di dalamnya.
Ada seorang laki - laki muda yang berbaring di atasnya, seseorang yang sedang berjuang untuk hidup.
"Apa kau bisa mendengarku? Hey nak bisa kau dengar suaraku?" Ucap seorang pria dari segerombolan berbaju putih itu.
"Bagaimana tekanan darahnya?" Tambahnya yang merupakan dokter di rumah sakit itu.
"80/60 dok." Jawab salah satu perawat yang berdiri berhadapan dengan dokter itu.
"Siapkan ruangan." Perintah dokter itu.
Dengan cepat mereka segera mendorong kasur roda itu memasuki lobby rumah sakit.
Ada sekitar 5 - 6 orang sedang berusaha menyelamatkan laki - laki muda yang malang itu.
Di tengah jalan laki - laki itu tiba - tiba membuka sedikit matanya. Ia menyedipkan matanya pelan. Dalam hatinya ia ingin rasanya membuka matanya lebih lebar lagi tetapi entah mengapa rasanya seperti sangat berat.
Suara ambulan masih terdengar cukup jelas hingga sampai di persimpangan suara ambulan itu menjauh. Kini yang terdengar hanya suara gesekan roda kasur dengan lantai dan sesekali terdengar suara orang - orang itu membicarakan kondisi lelaki muda itu.
Mereka sampai di depan ruang UGD.
Dalam sekali hitungan pintu UGD otomatis terbuka. Pintu itu memang didesain terbuka otomatis jika ada sesuatu yang mendekatinya.
Mereka pun segera masuk ke dalam ruangan itu dan pintu itu kembali tertutup rapat.
---
Ini adalah hari ketiga sejak lelaki muda itu masuk rumah sakit. Ia sudah sadar sepenuhnya sejak 10 hari lamanya sempat tidak sadarkan diri. Kondisinya memang sangat parah, ia bahkan harus menjalani operasi selama 12 jam.
Tuhan memang Maha Besar, berkat keajaiban - Nya lelaki muda itu bisa selamat dari masa kritisnya dan saat ini hanya tinggal menunggu hari ia akan kembali pulih seutuhnya.
"Vano, apa kau lapar?" Tanya seorang wanita berusia sekitar 40 tahun kepada lelaki muda itu.
"Tidak ibu." Jawab Vano dingin.
Ibu Vano meraih tangan Vano yang sejak tadi di letakkan di atas selimutnya.
"Sedikit saja." Tanya ibunya lagi.
"Tidak." Vano membalas pertanyaan ibunya dengan sangat dingin.
Vano mempalingkan wajahnya menghindari tatapan ibunya.
Hari keempat Vano tampak murung bahkan dari pagi ia tidak makan sama sekali.
Hari kelima ia mulai menunjukkan senyumnya mesti hanya sedikit yang ia tunjukkan kepada ibunya.
Hari keenam ia sudah mulai bisa berjalan - jalan di sekitaran rumah sakit menikmati pemandangan sore bersama ibunya.
Dan hari ketujuh adalah hari dimana keluar dari rumah sakit.
--
Vano sudah sehat kembali, fisik sudah normal seperti biasanya, tetapi tidak dengan jiwanya. Ia masih terpuruk pasti kecelakaan yang di hadapinya. Memang tidak ada cacat di tubuhnya, semuanya tampak normal hanya saja jiwanya benar - benar kacau saat ini.
Sore ini Vano berjalan menyusuri jalanan kota yang ramai. Perlahan - lahan ia berjalan sambil mengamati orang - orang berlalu lalang di depannya.
Sesekali ia berhenti, lalu berjalan lagi dan mengamati orang - orang tersebut. Semakin lama orang - orang di depannya semakin banyak membuatnya menghentikan langkahnya. Orang - orang itu terus melewatinya, berjalan kesana kemari, semua orang - orang itu sibuk dengan aktivitasnya.
Vano terdiam cukup lama hingga seorang gadis tanpa sengaja menyenggol lengannya membuat pertahanan Vano sedikit melemah. Vano hampir saja terjatuh. Gadis itu sedikit membungkuk lalu meninggalkan Vano yang masih tetap berdiri ditempatnya.
Kali ini lagi - lagi seseorang menyenggol lengannya.
Vano tetap terdiam ditempatnya.
Dan untuk ketiga kalinya seseorang menyenggol lengannya, kali ini pertahanannya runtuh. Vano terjatuh.
Tak jauh dari tempatnya ibunya segera berlari menghampiri Vano.
Tanpa aba - aba ibunya memeluk Vano yang terjatuh dengan air mata menetes dipipinya.
"Anda siapa?" Tanya Vano kepada ibunya.
Saat itu Vano tersadar ada yang aneh dalam dirinya.