Notes

IA

Ia terjebak di antara keramaian. Sebuah ironi di dalam penuh sesaknya jiwa yang lalu lalang. Keanehan bagi yang lain. Tak jarang, ia dianggap sebagai hasil dari sebuah halusinasi. Terkepung dalam penjara gedung - gedung pencakar langit.

Ia menghadapi keanehannya sendiri. Tak dijauhi oleh siapapun. Disayang oleh sekelilingnya, tapi tetap merasa kejanggalan hinggap padanya. Meratapi kesedihan yang sebenarnya tak pernah jelas asal – usulnya.

Ia meneteskan air mata untuk sebaris cerita lama. Mengacak rambut halusnya karena permasalahan rahasia yang masih diselidiki oleh dirinya sendiri. Bukan mengharap perhatian atau iba. Ia berjalan diantara rumput duri menuju sinar samar diujung mata.

Berjuang mati – matian memecahkan misteri. Tidur dalam kesenyapan malam. Terlindungi penuh dari mereka yang jahat. Bakal sulit disentuh oleh rinai hujan. Ia hanya seperti biasa. Mencoba dan terus mencoba demi kebahagiaan. Bahagia dalam setiap titik kesusahan.

Tak banyak tahu, tak banyak yang mengerti. Begitu pun, ia tetap belajar. Ia berdoa. Ia bercerita pada pemegang kuasa jagad raya. Tangis harunya selalu tumpah ditempat yang layak. Meski, Ia belum seratus persen tahu. Belum sepenuhnya bisa percaya.

Ia adalah penunggu kepastian. Pemimpi di siang bolong. Memegang teguh pengharapannya. Suka menerka prinsipnya sendiri. Kebingungan untuk badai yang datang silih berganti.

Pernah berharap suatu saat kembali. Saat ia sudah percaya. Ketika ia telah berganti. Ia yang baru namun tidak mudah terlupakan. Seorang yang kelak dihadiahi nobel dalam dunia pararel. Tentang kehidupan dengan anekdot yang telah lengket menemani.

Kala waktunya datang. Waktu dimana ia boleh berhenti melawan pesakitannya selama ini.

Tetap tegar, “Ia” yang sedang bertransformasi.