Notes

Nama : Nino Satria Agusta
FC : Gusty Pratama (5Romeo), William Gozali (Masterchef), Mario Ginanjar (Kahitna)
Pekerjaan : Chef, Dosen

Storyline :
Bisakah kamu memercayakan masa depan di tangan orang yang belum bisa berdamai dengan masa lalunya?

Sebuah kutipan yang bagi sebagian orang terdengar hiperbolis itu didapat dari sebuah novel yang terpajang di bagian depan sebuah toko buku. Nino, pria 27 tahun yang sudah didesak mati-matian untuk menikah oleh kedua orang tuanya. Sayangnya, saat ini Nino malah takut dan teramat takut untuk jatuh cinta. Apalagi alasannya kalau bukan karena masa lalu yang kini telah merubah seluruh hidupnya.

Mungkin Vania sudah tenang di sisi Tuhan, namun rasa kehilangan tidak pernah membuat Nino merasa tenang. Sejak saat itu perangainya mulai berubah. Nino menjadi sangat tertutup. Sempat terpuruk selama beberapa bulan setelah kejadian dan keadaannya berangsur membaik namun tidak dengan suasana hatinya. Parahnya, dampak psikologis tidak serta merta luput begitu saja. Nino yang sekarang, sedikit membatasi diri dengan perempuan manapun. Tidak terkecuali dengan gadis yang sering dibicarakan oleh ibunya. Gadis yang dijodohkan dengannya karena kedua orang tua Nino khawatir Nino menjadi seorang gay, namun kembali pada sepenggal kutipan di awal yang mungkin harus ia jelaskan pada Pricillya. Nino bukan laki-laki yang gagal move on, ia hanya takut kehilangan lagi sehingga ia cukup membentengi dirinya untuk tidak kembali terpuruk.

Dari sisi pekerjaan, Nino sudah cukup mapan dengan karir yang melesat. Di usia ke 24, Nino terbang ke Italy, bukan semata-mata untuk bekerja tapi Nino juga berniat untuk melupakan segala kenangan pahitnya meskipun hasilnya nihil. Kerja kerasnya menjadi seorang Demi Chef di Palazzo Victoria–salah satu hotel memiliki nilai historis di Italia–mendapat apresiasi. Di tahun kedua, Nino naik jabatan, namun baru beberapa bulan mengecap jabatan barunya sebagai Chef de Partie, Nino terpaksa pulang ke Bandung karena kondisi ayahnya yang sakit-sakitan tidak ingin anak semata wayangnya jauh dari jangkauannya. Kembali ke Indonesia tidak lantas membuat Nino berleha-leha. Uang yang didapatnya selama di Italia sebenarnya cukup untuknya membuka bisnis, tapi Nino tidak suka sehingga ia memilih kembali mencari pekerjaan dan dari pengalamannya Nino mendapat posisi sebagai Sous Chef termuda di Hotel Borobudur, Jakarta. Ya, Jakarta. Ayahnya menyambut gembira akan hal tersebut. Bukan karena jarak Bandung-Jakarta yang hanya tiga jam perjalanan, tapi Nino bisa sekaligus ‘dititipi’ tunangannya yang ternyata hijrah ke Jakarta. Supaya bisa saling mengenal lebih jauh, katanya. Entah Nino harus menyambut baik atau tidak. Lihat saja nanti.